Friday, August 24, 2012

Fadhlina Sidek: MEMAKNAI KEMERDEKAAN: MENGANGKAT KARAMAH INSANIYYAH, MEMBERDAYA UMMAH




Bertahun-tahun saya mengikuti amanat kemerdekaan dan tema kemerdekaan yang berselang seli. Bertahun-tahun juga saya dungu mengikut laungan merdeka tanpa menyedari apa yg dimerdekakan? Seiring dengan kedewasaan saya, makin kuat persoalan di benak,apa merdeka ini hanya ada tema dan perbarisan?

Mengisi kemerdekaan bukan dengan tema, logo dan perarakan. Islam telah lama memerdekakan ummatnya dengan kalimah tauhid. Tidak sedikit sejarah perjuangan Musa AS yang berdakwah untuk mengeluarkan kaumnya dari jiwa hamba setelah ditindas oleh Firaun berdekad lamanya.Bilal Bin Rabah menjadi manusia terhormat dan mencapai tahap kemuliaan insan dengan syahadah. UmarAl Khattab dan Saidina Hamzah RA mengetuai demonstrasi pertama dalam Islam ketika meingiklankan pengislaman mereka. Luar biasa kalimah tawhid ini dengan makna memerdekaan manusia dari sifat kehambaan manusia kepada manusia reformis yang melalui proses transformasi aqidah sehingga punya keberanian untuk hidup dengan lebih bermaruah dan keyakinan sebagai manusia yang dijanjikan segala karamah insaniyyah.

Bicara kemerdekaan tidak tertumpu kepada laungannya tetapi pengisian maknanya yang membawa mesej liberatif-emansipasif~tahriry dan tanwiriy. Tahriry yang membawa maksud pembebasan dan tanwiriy yang hadir dengan semangat pencerahan. Aspirasi pembebasan dan pencerahan ini sangat terkait rapat dengan proses pendidikan dan hanya akan terlaksana di kala ummat benar-benar memiliki citra tentang harga diri, maruah dan kehormatan. Maka sekali lagi yang memaknai karamah insaniyyah itu apabila citra maqasid syariyyahnya ditunjangi dengan penuh adab dan hormat.

Ada rasa cemas yang menikam di balik kibaran Jalur Gemilang andai ummat yang kita lahirkan pasca kemerdekaan hanya bermentaliti Labu dan Labi. Hidup dalam ketakutan kerana ugutan dan hukuman. Mereka hanya berani menentang Haji Bakhil yang zalim di dalam mimpi! Dikerjakannya Haji Bakhil cukup-cukup di dalam mimpi! Setakat itu sahajalah keberanian yang ada kepada mereka, sekadar mampu bermimpi.Amat malang sekali andai kita terus membiarkan manusia yang sisinya terpancar sebaik-baik kejadian Tuhan terus dihina dan diperkuli ibarat nasib sepatu yang malang, “dari atas diinjak kaki, dari bawah ditusuk duri, sudah usang dibuang orang”.

Mengapa saya begitu kritikal dengan pengisian kemerdekaan? Kerana saya belum benar-benar memaknai kemerdekaannya. Saya mahu ia diisi dengan objektif yang jelas bukan dengan pesta iklan serta lagu patriotik dan konsert para artis. Atau diulang tayang filem Bukit Kepong, Leftenan Adnan dan Hati Malaya sebagai hidangan kemerdekaan. Pendita Zaaba pernah dengan kritis merumuskan kemelut ummat Melayu dengan perkataan “miskin”. Kemiskinan yang bukan sedikit tetapi kemiskinan yang mencakupi kemiskinan moral, ilmu, material, intelektual dan spiritual. Menurut Zaaba, kemelut ini hanya akan reda dengan reformasi pendidikan, pemurnian dan penyegaran agama serta pembinaan budaya dan watak bangsa yang sihat. Inilah jiwa merdeka yang dimaknai dalam sentuhan keramat Dr Burhanuddin Al Helmi lewat seruannya,” Di atas runtuhan Kota Melaka, Kita bangunkan jiwa merdeka”

Mutakhir ini, kisah korupsi, kezaliman, pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan hak dan penindasan kian menjadi-jadi. Indeks jenayah dan gejala sosial tidak pernah gagal mendatangkan rasa tidak tenteram dan kebimbangan hilang nyawa. Paling kurang kita hanya mampu bersimpati, paling tidak kita berdoa mengikut tahap iman masing-masing, paling kerdil pun kita hanya mengikuti bicaranya di layar kaca atau media cetak. Nah,selepas kita jelas dengan pengisian kemerdekaan, maka kemuncaknya adalah pemberdayaan! Institusi-institsi rakyat mesti dipulangkan pemilikannya kepada rakyat. Rakyat hampir tidak punya apa-apa di saat haknya boleh diambil, dikurangi, dihapus dan dicabul sesuka hati.

Melahirkan masyarakat madani adalah sebahagian pakej pemberdayaan selain pendidikan demokrasi dan pelestarian ekonomi yang adil bagi menghapuskan kesenjangan ekonomi rakyat. Rakyat mesti didik dengan kesedaran hak agar suara rakyat disampaikan dengan lebih efektif dan diambil perhatian.Penting untuk mendidik rakyat agar mengurangkan kebergantungan kepada pimpinan mereka kerana sikap terlalu bergantung adalah penyakit orang lemah dan kerdil. Jauh sekali dari citra jiwa merdeka!

Sejarah kemerdekaan akan terus diulang cetak sehingga adakalanya ia hanya terfokus kepada Tunku Abdul Rahman dan laungannya. Sedang wira kemerdekaan itu bukan hanya Tunku seorang, moga-moga dengan pengisian kemerdekaan yang lebih bertanggungjawab akan mendamaikan seluruh wira bangsa yang sedang dalam peristirehatan mereka apabila pengorbanan dan perjuangan mereka telah menghasilkan ummat yang benar-benar merdeka. Selamat menyambut kemerdekaan dengan citra jiwa merdeka, moga-moga kita akan memaknai kemerdekaan kali ini dengan komitmen untuk mengangkat karamah insaniyyah, memberdaya ummah!

BICARA MERDEKA SEORANG GURU TUA

Lima dasawarsa yang lalu
Aku, anak desa yang dungu serba tak tahu
Hanya ikut-ikutan melulu
Memekik “Merdeka!Hidup Tunku!” bertalu-talu.

Hingga tiba ketika aku berani bertanya
Ruh dan makna sepatah kata,
Meminta bukti nyata sebuah cerita
“Merdeka”

Kutadah segala madah
Kuperah khazanah hikmah
Kutemukan daulat karamah insaniyyah
Mulia perkasa dengan al-izzah

Merdeka siapa Cuma mengenyah penjajah
Merdekaku meraih izzah
Deklarasi syahadah la ilaha illa Llah
Menyanggah berhala seribu wajah
Mengenyah segala bedebah penjajah, penjarah, penjenayah
Kubongkar pendaman fakta
Kubuka kitab pusaka
Terserlah deretan nama
Wira Merdeka bukan Tunku sahaja
Ramai yang mendahuluinya

Mendadak aku bertanya
Sejarah bikinan siapa?
Merdekakah kita
Julinkah mata sarjana
Apabila tidak bersuara
Tentang pahlawan tak dikenang
Wira tak didendang

Lima dasawarsa lamanya
Banyak kata belum terkota
Banyak lagi rupa tak seindah berita

Bagi generasi yang semakin tak mengerti
Kata merdeka bak mantra yang hilang sakti
Dan mereka semakin tak peduli.

Jiwa merdeka sirna ditelan pesta
Matilah rasa hilanglah peka
Betapapun gegak gempitanya
Pekikan Merdeka!Merdeka!Merdeka!
Tetapi semerta terbelalak mata
Bila setan korupsi menggoda,
Mau duit ka? Mau duit ka? Mau duit Ka?

Gejala pesona yang kian menggila
Menginjak taqwa menganjak jiwa
Merdeka dengan Ketuhanan Yang Maha esa
Menjadi hamba kewangan yang maha berkuasa
Pada hari merdeka yang ceria
Kusimpan tangis di balik tawa
Kupendam cemas di tengah pesta
Akan terjualkah merdeka kita?

(Fadhlina Sidek 2012)

Sunday, August 12, 2012

Opening Our Eyes to the World - Plight of the Rohingya



The sight of a tearful Emine Urdugan, wife of the prime minister of Turkey, meeting and embracing Rohingya refugees moved many men into tears. It took this visit by both the wives of Turkey's prime minister and foreign minister to jolt other diplomats scurrying into action and the latest development being the OIC convening an emergency summit on the issue in the holy city of Makkah.

Turkey showed its concern, made clear its abhorrence of the appalling treatment of Rohingyas and undertook the initiative to bring the plight to the world. The scene was dramatic and stirring. The Rohingyas suffer from being a nation forgotten, stripped of identity and belonging, further subjected to persecution and bouts of ethnic cleansing. The latest attack on them left hundreds dead and thousands in exile ending up in a state of limbo. They had no one to turn to and their neighbour Bangladesh harshly rejects them even as refugees.

Some have accused Western and Asean countries of being silent on the issue due to economic reasons. China has been staunchly supporting the reclusive and repressive Myanmar regime consisting of a military junta. Meanwhile, Myanmar's darling democrats have been pathetic on this issue. Myanmar is seen as a potential emerging market predicted to be to be liberalising and opening up to eager capitalists. Greed drives many nations to overlook human rights and seemingly condone gross violations in favour of profits and opportunities.

If we were to leave issues of humanity to callous political leaders and hopeless diplomats, there can be no change and people like the Rohingya shall forever keep being trampled on.

What can we do?


1. Petition the foreign ministry Wisma Putra to condemn ethnic cleansing and human rights violations of the Rohingya and seek guarantees for protection of the Rohingya community.

2. Demand the government to commit immediate aid for the refugees

3. Support worldwide efforts to deliver much needed food, medicine and shelter for the Rohingya

4. Donate to the emergency fund launched by Global Peace Mission Malaysia. Look up http://gpm.com.my/archives/1309

At the local level, it is time to reflect on our attitudes and feelings towards fellow human beings. It is time to face up to the realities of immigration, to refugees, asylum and the grave disconnect between the rich and the poor. We should not look down upon the already downtrodden, victims of circumstances and suffering from economic conditions many a time brought about by ruthless tyrants and corrupt benefactors. We should reflect on how we have been treating others who are not so fortunate.

There are Rohingya refugees in our country who need our help. The UNHCR through Future Global Network FGN with WADAH's help has managed to set up two Rohingya educational centres (REC). Rohingyas are already being deprived of a home, nationhood and a bleak prospect of return, surely we must not allow them to remain illiterate and uneducated in our own midst of wealthy splendour.