Monday, March 31, 2014

EGYPT: LEGITIMISING DICTATORSHIP BY LEGALISING MURDER



In the Salvador Option, the dictatorial regime of El Salvador used stealth by employing death squads to execute and wipe out their political opponents, kidnapping and making suspected dissidents and their families to go missing and disappear from the political landscape.

In Algeria of the 90’s, the  ruthless regime’s brutal tactics of eradicatuer – they literally eradicated Islamist political opponents, party leadership and rank and file membership by drawing the democratically successful FIS into a bloody losing civil war, wiping whole villages and settlements of suspected FIS supporters, faking the scenes by framing militant extremists by disguising their security forces again as death squads. This included vicious and cruel torture tactics inherited from their French colonizers to terrorize Islamists into submission and put fear on the general populace not to sympathize with the FIS.

Syria’s Assad simply declared open warfare on its civilians and massively attacked large population centres which supported his political opponents without humane consideration or callously violent proportions killing hundreds of thousands including women and children.

Egypt’s coup de tat regime has sought to legitimize itself by employing dubious legal means to silence political opponents. Egypt has innovated the use of terror by using its courts to mass sentencing to death of 529 activists. Egypt has even the gall and notoriety to obtain its Grand Mufti Shawqi Allam to religiously endorse the executions by signing off on the sentences. The 529 activists including the Muslim Brotherhood’s General Guide Dr Muhammad Badie are only protestors who resisted the illegal overthrow of a democratically elected government and are activists in social and religious da’wah work. The Muslim Brotherhood has always categorically and firmly renounced any form of violence in their political struggle and they have consistently chosen democracy as the means to power. Even though this is well known and accepted, Assisi’s regime has taken the old Pharoanic line of action, that is, to get rid of the opposition totally and completely, by exterminating political Islam, by killing its leadership and members using “legal” means.

Egypt’s regime seem to have picked up the idea for death sentences of Islamists from Bangladesh’s contemptuous and shameful recent execution of Jamaat Islami’s Abd Qadir Mulla.

As it is well known in the history of liberation and human struggle in modern times, the US, the West, Russia and China seem to show tacit support for these authoritarian regimes. Similarly for the oil rich Peninsular and Gulf Arabs who seem to ignore potential loss of life of their kindred which they are influential in the process only because they prefer  the status quo, that is as long as there is no democracy, popular revolutions or other threatening scenarios of giving people their freedom or dignity to determine their future and governance, displacing their hold on power.

What is the intention of such harsh and incomprehensible sentencing? The world should not underestimate the seriousness of the threat of the sentences. Some Islamists throughout recent history will tend to conclude that the West and its allies are not only silent but are increasingly abetting in the face of Islamists being arrested , tortured en masse as well as being executed. Somehow someone intends to elevate al-Qaeda's appeal in the region. Probably the intention is to drive Islamists and political Islam into a drawn out violent struggle as in Algeria so that they easily be taken out and destroyed as “terrorists” and not engaged as rival peace loving politicians. This keeps all the Arab dictators safe and Israel secure. Hamas and Gaza would then be starved to death, to be dismissed as a terrorist haven. It sounds terrible and may seem quite incredible but regimes are indeed capable of such deeds and even Western nations with blood on their hands have done that before.

Another scenario, the United States and the EU works closely with the Emiratis, Saudis, Kuwaitis, and Bahrainis to persuade the Islamists that suppression of Islamists may stop with the “reform” of the Brotherhood. The Brotherhood can be made to be practical , to be more pragmatic, non-ideological and to focus on their social activism, welfare work, and other civil society activities without trying to overturn the Egyptian state or competing in elections on the platform of political Islam. The rebranding of the Brotherhood would show that it no longer poses a threat to the Saudis, the Gulf, Israel and Western interests in the region. It would be a “kosher” form of Islamist activism.

In the sphere and realm of ideology, Muslim scholars in the region, including Cairo's Al-Azhar University may redirect the Brotherhood's ideology to be within mainstream “moderated” Islam, rather than becoming reformist and political. Religion and  clerical authority is used as leverage to dissuade the Muslim Brotherhood from confrontation and opposing the regime’s religiously sanctioned authority, even if the regime is illegitimate.

Finally, those elements within the Muslim Brotherhood who are turned over, defected or disillusioned through suppression, fear and threats can be recruited to  attack and further break away at political Islam and its adherents.

Indeed it is again a dark chapter in the history of the Muslim Brotherhood and modern Egypt that its political idealists, intellectuals, professionals and social activists, people who are committed to reform and non-violence are being made to suffer, some have been murdered and more may even be killed en masse just to prolong a decrepit and corrupt Deep State Egyptian regime with the tacit consent of the world at large.



Sunday, March 30, 2014

DR SIDDIQ FADIL; KEJAHATAN ADALAH PENGHANCURAN DIRI

TAFSIR MAUDHUIY Siri 69 - Memahami Mesej ayat 15-21 surah Al Jathiyah




15:  Sesiapa yang mengerjakan amal salih, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan sesiapa mengerjakan kejahatan, maka itu (menimpa) ke atasnya (sendiri), kemudian kepada Rabb (Tuhan) kamu jualah kamu dikembalikan.

16:  Dan sesungguhnya telah Kami (Allah) berikan kepada Bani Israil kitab, dan hukum-hukum, dan kenabian, dan Kami (Allah) berikan kepada mereka rezeki yang baik-baik, dan Kami (Allah) lebihkan mereka atas sekalian alam.

17:  Dan Kami (Allah) berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan, maka mereka tidak berselisihan melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan, kerana kedengkian antara mereka. Sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka berselisihan padanya.

18:  Kemudian Kami (Allah) jadikan engkau di atas suatu syariat (peraturan) tentang urusan itu. Maka ikutilah ia dan janganlah engkau ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui. 

19:  Sesungguhnya mereka tidak dapat melepaskan engkau daripada Allah sedikit pun. Dan sesungguhnya orang yang zalim itu, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebahagian yang lain, dan Allah adalah al-Waliyy (Pelindung) orang yang bertakwa.

20:  Ini adalah pedoman bagi manusia, dan petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. 

21:  Atau adakah menyangka orang yang membuat kejahatan itu bahawa Kami (Allah) akan menjadikan mereka seperti orang yang beriman dan beramal salih, iaitu sama kehidupan mereka dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka putuskan itu.  


Huraian Maksud Ayat

Para pelaku dan pejuang kebaikan bila-bila dan di mana-mana pun selalu dihadang pelbagai rupa kejahatan - kezaliman, penindasan, pengkhianatan, fitnah, sabotaj dan sebagainya.  

Ayat 15 surah al-Jathiyah di atas mengungkapkan ketetapan Ilahi bahawa segala amal  perjuangan penegak kebenaran dan kebaikan akan membuahkan hasil kejayaan yang menguntungkan mereka sendiri. Memang tidak amal kebaikan yang sia-sia. Sebaliknya, segala kejahatan dan kezaliman, kesombongan dan kecurangan para penentang kebenaran dan kebaikan adalah self-destruction - pemusnah diri, ketololan yang akan memakan diri.

Ayat ini seharusnya memberikan keyakinan dan keberanian menghadapi kejahatan lawan yang bagaimana pun  bentuknya, Tuhan telah tetapkan kesudahannya, iaitu kehancuran diri mereka sendiri. Kesudahan konflik antara kuasa kebaikan dengan kuasa kejahatan ini menurut Yusuf `Ali dapat disaksikan “even in this world”, di samping kesudahan muktamadnya dalam  penghakiman Ilahi nanti. Al-Qur’an mengajak khalayaknya belajar dari sejarah, kerana esensi sejarah adalah `ibrah atau iktibar yang sentiasa relevan sepanjang zaman.

Ayat 16 mengungkapkan nasib Bani Israil yang tersingkir dari kepimpinan umat sejagat, walhal sebelumnya mereka telah diangkat mengatasi martabat segala umat zaman itu, dianugerahi pelbagai nikmat - pengutusan rasul,  penurunan kitab, pengurniaan kekuasaan, pelimpahan rezeki dan sebagainya. Merekalah  pembawa obor ajaran samawi di tengah jagat raya ini. Tetapi martabat kepimpinan Bani Israil itu runtuh akibat silang-sengketa perpecahan yang berpunca dari kedengkian, kebencian dan  permusuhan ( baghyan baynahum).

Ayat 17 menegaskan bahawa ajaran yang Tuhan turunkan kepada mereka sebenarnya sangat jelas sehingga tidak ada sebab untuk mereka berselisih dan  bertikai. Tetapi kenyataannya mereka telah bersengketa sedemikian dahsyat. Puncanya bukan ketidakjelasan ajaran agama, tetapi baghyan baynahum (dengki sesama sendiri) yang  berhujung dengan pelbagai kejahatan dan kezaliman. Ertinya, mereka mempertikaikan suatu yang mereka tahu kebenarannya, mereka menolak fakta dan bukti nyata. Bani Israil telah rosak parah dan tidak dapat diperbaiki, lalu Allah bangkitkan umat lain dan rasul lain, iaitu umat Islam di bawah pimpinan Nabi `Arabiy, Muhammad s.`a.w. Kepada Nabi Muhammad s.`a.w. dan umat pengikutnya Allah s.w.t. berpesan agar mengambil iktibar dari perilaku baghyan baynahum Bani Israil, perilaku buruk membuat pendirian bukan  berdasarkan fakta kebenaran, tetapi berasaskan kedengkian, kebencian dan permusuhan.

Ayat 18 mengingatkan al-Rasul s.`a.w. agar berpegang teguh dengan syari`at Ilahi, dan jangan sekali-kali terpengaruh dengan desakan atau rayuan nafsu serakah orang-orang jahil. Ayat ini mengisyaratkan bahawa di hadapan kita hanya ada dua jalan: pertama jalan kebenaran syari`at Ilahi, dan kedua jalan nafsu dan kejahilan. Selain yang dibawa oleh syari`at, atau yang  bertentangan dengan syari`at adalah nafsu dan kejahilan. Tidak ada jalan tengah antara keduanya. Kerana itu ayat ini menuntut sikap istiqamah bersama syari`at - berfikir,  bersikap dan bertindak berasaskan syari`at. Justeru, syari`at adalah satu-satunya jalan selamat. Misi besar umat Muhammad s.`a.w. ialah pendaulatan syari`at di tengah dunia yang kini diperintah oleh nafsu dan kejahilan.

Ayat 19 menjelaskan hakikat kesia-siaan melayani kemahuan orang-orang zalim yang  bersikap dan bertindak atas dasar nafsu dan kejahilan. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang sangat lemah, mereka tidak akan mampu melindungi dan membela kita dari azab Tuhan andainya kita mengikuti kehendak mereka dengan mengenepikan ajaran syari’at. Memang orang-orang zalim itu selalu bersatu atas dasar nafsu dan kejahilan. Tetapi sekuat manalah  persatuan yang dibina di atas asas nafsu dan kepentingan duniawi. Mereka juga saling melindungi, saling membela, saling membantu dan bekerjasama sesama mereka. Tetapi apalah erti perlindungan dan pembelaan sesama orang zalim berbanding dengan perlindungan dan  pembelaan Allah terhadap orang-orang yang bertaqwa. Dengan taqwa kita mendapat  perlindungan dan pertolongan Tuhan Yang Maha Perkasa, dan kerana itu pula tidak perlu gentar dengan pakatan kuasa-kuasa zalim. Sekuat mana pun mereka pada pandangan mata, hakikatnya mereka sangat lemah dan rapuh berhadapan dengan kekuasaan Allah. Apabila orang-orang bertaqwa sudah berada dalam perlindungan Allah, maka tidak ada kekuatan apa  pun dan siapa pun yang dapat menggugat.

Ayat 20 menegaskan tentang keunggulan al-Qur’an (syari`at) sebagai sumber petunjuk dan rahmat bagi mereka yang memiliki keyakinan terhadapnya. Ternyata tidak semua orang mendapat barakah, rahmat dan manfaat dari syari`at. Apabila al-Qur’an menyebut liqawmin  yuqinun  bererti bahawa syari`at hanya akan melimpahkan manfaat rahmah dan barakahnya setelah syarat keyakinan itu dipenuhi. Mereka yang ragu, skeptis dan sinis terhadap syari`at tidak akan mendapat apa-apa. Para pelaku kejahatan berfikir bahawa antara mereka dengan orang-orang salih tidak ada beza, ketika hidup atau sesudah mati. Yang jahat dan yang baik sama-sama mendapat kurnia. Malah ada yang berfikir, jika di dunia mereka lebih kaya dan lebih kuat berbanding orang-orang yang berpegang pada syari`at, maka di akhirat nanti pun keadaan mereka akan lebih  baik. Mungkin ayat ini juga merujuk mereka yang berada di pihak kuasa jahat dan zalim, tetapi masih berasa berbuat baik.

Ayat 21 dengan tegas menolak anggapan sedemikian. Orang  jahat tidak mungkin sama dengan orang baik dari segi kebahagiaan dan habuan duniawi-ukhrawi. Orang salih hidupnya penuh erti, setiap saat dilimpahi rahmat, matinya nanti bererti memasuki hidup baru yang lebih bahagia dan abadi. Sementara orang jahat yang tidak  beriman hidupnya kosong, tanpa erti, setiap saat ditimpa laknat, dan matinya nanti bererti memasuki hidup baru yang penuh derita, terseksa selama-lamanya. Segala yang difikirkan oleh para pelaku kejahatan itu hanya mimpi, sedang hakikatnya perkiraan mereka semuanya salah dan bodoh.


Dr Siddiq Fadil (Presiden WADAH Pencerdasan Umat)
TM69 29032014




Tuesday, March 11, 2014

DR SIDDIQ FADIL: DEMOKRASI YANG ISLAMIK DAN KOTAK SUARA


ESENSI DEMOKRASI

Dalam konteks Malaysia, kita tidak pernah menghadapi dilema tentang demokrasi. Sejak 1955, rakyat Malaysia sudah keluar mengundi tanpa merasa apa-apa dilema tentang sistem ini. Apa pilihan lain yang ada selain demokrasi? Umat Islam semakin mantap memahami bahawa tidak ada masalah untuk menerima demokrasi.

Dengan memahami jawharu dimukratiyya, the essence of democracy, esensi demokrasi adalah ketetapan suara rakyat – al sha’b masdarul sultah – rakyat sebagai sumber kekuasaan. Memang yang mengangkat pemimpin itu adalah rakyat. Kerelaan dan keridhaan rakyat adalah asasi dalam pemikiran politik Islam. Apatah lagi menyedari pemikiran politik Islam tidak beku, bentuk pemerintahan tidak beku, sementara demokrasi itu sendiri tidak punya definisi yang baku. Bentuk demokrasi boleh berbeda-beda,  bermacam-macam.  Pemikiran Islam boleh berkembang. Dinamika politik Islam dengan dinamika demokrasi boleh bertemu pada satu titik demokrasi yang Islamik.

Kita dapat kekuatan daripada Profesor Yusuf al Qaradawi yang mengendorse – memperakukan demokrasi sebagai kuasa rakyat untuk memilih pemimpin yang mereka mahu, memilih dan membentuk corak pemerintahan yang mereka sukai. Qaradawi menjustifikasikannya dengan contoh sebuah hadith tentang tiga jenis manusia yang tidak diangkat solatnya. Pertama adalah imam yang memimpin solat dalam keadaan para jemaah tidak menyukainya – tidak diangkat solatnya walau seinci pun dari kepala mereka.

Pemimpin yang tidak disukai oleh rakyat harus berhenti saja.


KEBEBASAN DAN MEDIA

Demokrasi tidak akan ada ertinya tanpa kebebasan sepenuhnya untuk memilih. Tidak kurang pentingnya adalah media. Media yang tidak bebas tidak membolehkan rakyat mengetahui realiti hakikat semasa dan maklumat yang sebenarnya. Ini malangnya berlaku kerana mainan media. Banyak negara mengamalkan demokrasi tetapi tanpa kebebasan media. Sepatutnya ada freedom of the press tetapi yang sering berlaku adalah freedom from the press. Pemerintah bebas daripada dikritik akhbar kerana akhbar yang mengkritik pemerintah akan pendek umurnya. Sebagai image maker media selalu mempamerkan citra palsu hingga yang ditampak bukan citra hakiki sebuah parti dan bukan wajah asli seseorang calon. Pemalsuan citra yang begitu berleluasa pasti akan mencederai demokrasi. Pemalsuan media akan menafikan hak rakyat untuk mendapat maklumat yang benar. Bagaimana mungkin demokrasi yang Islamik diharapkan tanpa maklumat benar dan lengkap tentang calon yang bertanding? Bagaimana mungkin rakyat hendak membuat pilihan yang tepat dengan penipuan kosmetik propaganda media?


PILIHANRAYA ADALAH KESAKSIAN

Sedangkan mengundi itu adalah kesaksian. Daripada perspektif Islam ia bukan hanya hak tetapi kewajipan syara’ kerana ini adalah satu kesaksian. Begitulah menurut Profesor al Qaradawi. Bagaimana hendak membuat kesaksian setelah dibingungkan dan disesatkan oleh media? Saksi mesti adil. Bagaimana hendak adil dan benar kalau tidak mengenali calon dan parti dengan tepat? Ketentuan syara’ adalah tidak boleh tidak mesti pergi mengundi.  “Dan janganlah saksi-saksi itu enggan apabila mereka dipanggil menjadi saksi….” – al Baqarah 282Begitulah pilihanraya sebagai fungsi kesaksian.
Untuk membolehkan rakyat memilih apa yang mereka sukai, mereka perlu mendapat fakta cukup dan benar.


JAWATAN DAN KELAYAKAN

Nabi Yusuf a.s. ketika menawarkan dirinya menjadi menteri khazanah bumi – khaza’inil ard. Nabi Yusuf a.s. meminta jawatan kerana dia memiliki integriti dan kepakaran. Dia memperkenalkan dirinya dengan kredentialnya inni hafizun ‘alim – “aku mampu menjaga harta negara dan perbendarahaan”. Menteri yang hafiz – berintegriti bermakna mampu menjamin tiada kehilangan dan ketirisan negara. Ayat 55 Surah Yusuf: “Jadikanlah aku pengurus perbendaharaan hasil bumi (Mesir); sesungguhnya aku sedia menjaganya dengan sebaik-baiknya, lagi mengetahui cara mentadbirkannya.”

Signifikan ayat ini adalah:-

1. tidak menjadi kesalahan untuk menawarkan diri memegang sesuatu jawatan
Ulama mengatakan adalah harus untuk menawarkan diri sekiranya orang yang menawarkan itu mampu menegakkan keadilan.

2. boleh menyebutkan kekuatan kualiti yang ada pada dirinya dengan syarat benar – bil haq – dan bukan berlebih-lebihan.

Pada konteks pilihanraya ataupun di luar pilihanraya, syaratnya adalah mesti benar, fakta yang betul.


KEDUDUKAN PEMBANGKANG

Di dalam sistem demokrasi wujud pemerintah dan pembangkang. Ini menimbulkan persoalan setengah pihak samada ada pembangkang di dalam sistem Islam. Lalu ada yang gopoh dan terburu-buru terutama kebelakangan ini untuk menyimpulkan bahawa pembangkang itu bughah - pemberontak.

Padahal dalam Islam ada haq al mu’aradah – hak untuk membangkang, hak untuk tidak bersetuju. Bukan membangkang semata-mata untuk membangkang. Not to oppose for the sake of opposing. Membangkang dalam konteks amar ma’ruf nahy mungkar – menganjur kebaikan dan mencegah kemungkaran, al musyarakah al siyasiyahpolitical participation. Al mu’aradah dalam konteks ingkarul mungkar.  Memang ada tempat bagi bangkangan termasuk hak untuk berdemonstrasi dalam konteks amar ma’ruf nahy mungkar.

Perihal yang diperselisihkan adalah samada aksi demonstrasi itu mengancam keselamatan dan ketenteraman. Tetapi kalau demonstrasi itu aman, duduk-duduk membuat bantahan, apa bahayanya? Apa alasan syara’ untuk mengharamkannya kalau ia berlaku dengan aman?

Apa erti semangat bersendirian kalau tidak disuarakan? Amar ma’ruf hendaklah dilakukan dengan jelas supaya didengari oleh semua,  ingkarul mungkar bi sawt al masmu’ – menolak kemungkaran dengan suara yang jelas kedengaran. Tiada alasan untuk menolak demonstrasi kalau begini.


BERCAKAP BENAR DI HADAPAN PENGUASA

Ulama silam telah lama melaksanakan amar ma’ruf nahy mungkar dengan bermacam kaedah dan cara. Adakalanya lembut dan adakalanya keras sesuai dengan konteks dan tempat masing-masing.

i. Itulah sebabnya apabila Imam al Ghazali apabila berhadapan dengan pemimpin yang mudah mendengar – a listening leader, menteri Fakhruddin Mulk, mendekatinya dengan baik, menganjurkan kepadanya supaya bersolat malam.

Kepada menteri yang mahu bersolat ini, Imam al Ghazali menasihatinya supaya bersolat dua raka’at pada malam dengan membaca doa ini ketika bersujud,
“Ya Tuhan, Raja yang tidak akan hilang KerajaanNya, kasihanilah raja ini yang segera akan kehilangan kerajaannya, sedarkan dia daripada kelalaian, berilah petunjuk kepadanya untuk memperbaiki rakyat…..”

ii. Tetapi kepada Sultan Saljuk, Sanjar Ibn Malik Shah, Imam al Ghazali berkata keras,
“Malang sekali tengkok kuda kamu hampir patah kerana dibebani kalung-kalung kamu yang mahal dan berat, sedangkan tengkok rakyat kamu hampir patah disebabkan menanggung bermacam-macam cukai yang kamu kenakan kepada mereka…”


TAHALLUF SIYASI – PAKATAN POLITIK

Pada konteks pemikiran politik Islam tahalluf siyasi tidak menjadi isu atau masalah. Asas-asas telah lama disiapkan oleh para fuqaha’. Dalam kitab al Mughni Muhtaj karya Asy Syarbini syarah Imam al Shafie, telah digariskan panduan berhubung dengannya. Menurut syarah Imam al Shafie, jika orang bukan Islam mempunyai fikiran yang baik dan amanah, mempunyai idea dan boleh dipercayai, dan dapat memberi pertolongan, bekerjasama, maka diperbolehkan. Ini menunjukkan pada kitab-kitab turath yang dikaji dan dibaca ulama’ tradisional sudah ada banyak rujukan, sudah ada pemikiran tentangnya dan tahalluf bukan lagi menjadi isu.

Selain itu adalah seerah Rasulullah s.a.w. dan pengalaman baginda sendiri di dalam hilful fudul – suatu pakatan sebelum kedatangan kerasulan. Rasulullah s.a.w. bersama-sama dalam suatu pakatan untuk menghalang kezaliman dan membela orang yang teraniaya. Apabila Nabi s.a.w. mengenangkan peristiwa itu, baginda berkata, “Andai aku dipanggil bersama dalam tahalluf seperti itu akan aku sambut…”


POLA PERTENTANGAN MAJORITI MINORITI

Mestikah harus ada dalam demokrasi Islam pertentangan  di antara majoriti dengan minoriti. Samada penguasaan majoriti ke atas minoriti ataupun kadang-kadang tekanan minoriti ke atas majoriti. Demokrasi Islam tidak beku di dalam bentuk pertentangan dan pertembungan di antara majoriti dan minoriti. Mungkin ada pilihan yang lain.

Rashid al Ghanoushi merintis al wifaq al wataniy – kesepakatan nasional - di mana tidak semestinya terperangkap di dalam tradisi konfrontasi. Barangkali eksperimen yang dilakukan oleh Muslim democrats parti En Nahdah pimpinannya dalam konteks politik Tunisia boleh dikaji.

Ghanoushi membuktikan bahawa parti Islamis tidak mahu berkuasa bersendirian – mereka mencari konsensus dengan parti-parti lain, di luar parti Islam. Bagi Ghanoushi, esensi demokrasi Islamik itu adalah “penggiliran kuasa yang aman.” Dia menerima prinsip itu dan dia telah membuktikannya. Dengan tindakan mengundur, dia berkata, “kita keluar daripada kekuasaan dan berada di dalam pemerintahan”. Tindakan ini memberikan ruang kepada kabinet baru terdiri daripada teknokrat untuk kendali pilihanraya dengan adil dan bebas daripada pengaruh parti pemerintah.

Seorang Muslim demokrat sanggup kalah andainya itulah kehendak rakyat. Dia tidak keberatan kalah kalau itu keputusan rakyat. Menyerah kuasa tidak ada masalah. Tetapi bukan kerana penipuan. Itu kita tidak dapat terima. Kita tidak terima dipaksa kalah kerana penipuan.


KEBERSIHAN MEKANISME PILIHANRAYA DAN BUDAYA POLITIK

Untuk menjayakan demokrasi elektoral memerlukan mekanisme pilihanraya bersih, cekap dan berkecuali. Mekanisme yang benar-benar mampu menggalas amanah oleh rakyat, untuk rakyat dan kepada rakyat.
Pimpinan yang naik mestilah yang terbaik. Bukan yang naik itu yang sakit dan bermasalah. Jika itu berlaku, itu mekanisme enjet-enjet semut, siapa sakit naik atas.

Dengan demikian, kemenangan yang diraih oleh calon atau oleh parti benar-benar jelmaan kemenangan rakyat. Semua pihak akan bergembira dengan keputusannya termasuk yang kalah kerana yang menang itu adalah demokrasi, yang menang itu nilai-nilai dan prinsipnya, yang menang itu rakyat.

Tetapi jika yang menang itu akibat wang, rasuah, kecurangan dan penipuan, itu amat mendukacitakan. Kita sangat prihatin dan merakamkan concern bahawa biaya pilihanraya terlalu mahal sehingga dana menjadi tumpuan pilihanraya. Pilihanraya mahal membuka ruang seluasnya untuk rasuah dan pelaburan pembiaya yang tidak sihat daripada pemilik dana, konglomerat, kapitalis, korporat dan cukong-cukong.  Apabila berlaku persekongkolan politik dan bisnes – kiamatlah moral politik. Moral politik tidak akan laku di tengah-tengah pasar jual beli undi.

Wang sudah menjadi bahasa politik bukan sekadar ekonomi lagi. Wang penentu party electability. Wang penentu pemenangnya. Wang dapat membeli segala-galanya.

Suara rakyat berlawan dengan wang, media, jentera dan segalanya. Pilihanraya menjadi kesempatan terbaik melabur dalam politik bagi mendapat peluang pulangan daripada projek dan kontrak kerajaan selepas pilihanraya.

Budaya politik rasuah ini akan akhirnya terbentuk kerajaan yang korup. Untuk melindungi kekuasaannya yang korup, institusi-institusi penegak undang-undang akan atau telahpun dilemahkan dan dilumpuhkan – kepolisan, peguam negara, badan kehakiman, badan pesuruhjaya pilihanraya, badan pencegah rasuah dan seumpamanya. Dengan demikian institusi-institusi ditransformasi daripada menjadi agen menegakkan keadilan dan ketertiban kepada agen pelindung korupsi dan penyelewengan. Berfungsi hanya untuk kelangsungan kuasa dan sistem yang korup.

Korupsi dan politik wang itu sarat seperti barah tetapi sukar untuk dibuktikan. Itulah sebabnya seorang tokoh Indonesia menyifatkan korupsi seperti “kentut” – baunya ada tetapi si pelakunya tidak mahu mengaku.


( Dr Siddiq Fadil, Presiden WADAH Pencerdasan Umat di Wacana Islam dan Demokrasi, Kajang)


Monday, March 10, 2014

KESALAHAN SEBUAH JAMAAH



Deretan episod-episod hina selama 16 tahun - tuduhan jahat, pendakwaan, hukuman, penyebaran cerita dan video aib bertubi-tubi, siaran akhbar dan TV,  dan serangan peribadi bertalu-talu bukanlah bertujuan baik  ataupun jauh sekali mulia tetapi untuk semata-mata mengisytiharkan bahawa Anwar Ibrahim tidak layak menjadi pemimpin, menanam keraguan di kalangan rakyat,  sekaligus menjadikan ini isu politik partisan. Tuduhan ini dan segala fitnah seibaratnya tidak akan diangkat selagi matlamat realpolitik – politik mentah-  ini tidak tercapai walauapapun hujah agama, moral, legal, universal  atau peri kemanusiaan digunakan untuk menentang dan membantahnya.

Oleh itu, kenapalah ada pimpinan pergerakan pemisah jamaah islah dengan sebahagiannya berkelulusan Mesir masih ingin meranduk dan berlumpur di kubang jenayah dan dosa besar yang selayaknya menjadi kumbahan geng trio Datuk T, blogger psiko,  sang penibai, sang penghilai dan karakter buruk tak bermoral seumpamanya? Bukankah amsal daripada Sunnah  telah lama diingatkan supaya menjauhi tukang besi tetapi menghampiri penjual minyak wangi?  Kenapa mengambil saksi fasik sambil mendabik dada, mempromosikan orang tidak bermoral, berpakat dengan orang jahat dan menghalalkan matlamat yang jelek? Kenapa relakan rasuah, mendokong yang korup dan menjadi alat perasuah?  Matlamat realpolitik begini adalah semata-mata singkat, temporal, sementara dan di dunia saja. Kesannya dan balasannya adalah abada – selama-lamanya.


Jenayah - Peringatan Kesekian Kalinya

Adapun jenayah zina melibatkan kesalahan kehormatan, maruah dan peribadi individu. Oleh itu, sebelum pertuduhan boleh dibuat, empat saksi perlu dihadirkan supaya tiada pencabulan diri, penyelewengan undang-undang atau kezaliman berlaku kepada hak, kehormatan, maruah dan peribadi Muslim dan Musiimah. Tidak ada kompromi. Ini pegangan ahli fiqh salaf dan khalaf, mereka tidak menerima keterangan-keterangan lain kerana mereka masih mementingkan pemeliharaan  kemuliaan individu dan kesejahteraan masyarakat. Tidak boleh tuduhan melulu atau percubaan sebarang keraguan. Bukan boleh bermain dengan sumpah atau menggunakan circumstantial evidence. Inilah yang diterangkan dalam surah-surah  al hujurat dan al nur. Kita diingatkan supaya jangan menerima pemberitaan orang-orang fasik. Kita diingatkan supaya jangan tuduh menuduh, kata-mengata, umpat mengumpat dan tidak intip-mengintip. Kita diingatkan supaya meminta kehadiran empat orang saksi jika ada tuduhan zina dan jika tidak dapat dihadirkan, maka kita diperintah mengatakan bahawa ini tuduhan pembohongan yang besar dan nyata. Kemudian sesiapa yang menuduh dengan tiada saksi-saksi ini dikenakan hukuman qazaf. Hukumannya adalah sebatan bagi menunjukkan betapa besar dosa ini. Keterangan dan kesaksian mereka ditolak selama-lamanya menurut ulama kecuali bertaubat. Ini adalah ajaran Islam. Ini adalah shariah yang perlu ditegakkan dan didaulatkan.


Kesalahan Kumpulan Pemisah Jamaah Islah

Mereka memilih untuk menolak tujuan utama shariah, mereka mengabaikan pemeliharaan kehormatan manusia dan prinsip kemuliaan insan - karamah insaniyah. Mereka mengkhianati amanah da’wah, dengan mengabaikan prinsip kebenaran dan keadilan, malah mencanggahi seruan kebaikan dan pencegahan kemungkaran. Mereka mempertahankan kebatilan walaupun nyata fasad dan korup serta sekalian kefasikan yang dibawanya. Mereka menyumbang kepada fitnah besar, mentohmah pemimpin Islam dan perjuangan yang digalasnya. Mereka menundukkan ilmu, adab dan kefahaman yang mereka miliki kepada kehendak penguasa dan kekuasaan fana yang ada. Mereka menjadi model contoh ikutan kepada angkatan muda tulus yang bakal hilang kompas moral. Mereka berlaku zalim dengan memainkan bibit-bibit perkauman.


Isu sebenar

Isu sebenar adalah isu keadilan. Jika Anwar Ibrahim secara jujur dirasakan tidak sesuai atau layak diangkat sebagai pemmpin negara, maka gunakanlah segala hujah politik luhur dan strategi politik yang tinggi, adil dan saksama. Berpencaklah dan bertarunglah di pentas demokratik. Berdebatlah secara terbuka, beretika dan sihat dengannya tentang isu-isu kenegaraan, wawasan dan perancangan masa depan. Cubalah secara waras  dengan fakta bahaskan dasar-dasar, program-program dan pandangan-pandangannya tentang Islam, Melayu, pembangunan, ekonomi, pendidikan, keadilan, kemiskinan, nasib rakyat, integriti, penyatuan, perpaduan, masa depan negara, dasar luar dan lain-lain seluasnya. Kempen selebar mungkin, analisa setiap ucapannya, libatserta dan cabar - engage and challenge,  dan cubalah yakinkan penyokong-penyokongnya. Tetapi jika politik dan kuasa digunakan dengan cara yang tidak adil malah menzalimi peribadi yang baik maka inilah angkaranya sehingga fitnah yang jahat dan nyata pun ingin dipertahankan lalu panduan agama serta pendirian moral yang jelas juga dipertikaikan secara partisan yang serong dan sempit. Bayangkan masa depan negara dan nasib generasi era ini serta maruah warga pada masa depan jika politik mentah terus berkuasa.



Kita perlu sedar bahawa surah al nur juga mengingatkan berulang kali bahawa jika bukan kerana rahmat Allah swt ke atas kita semua nescaya telah lama diazab kerana fitnah besar sebegini.

Wednesday, March 5, 2014

KAJANG: JAUHI KEJAHATAN DAN FITNAH














Pada suatu pagi di sebuah surau perumahan di Tambun, Perak, Ustaz menyampaikan kuliah subuh mengolah kitab bahrul mazi berkaitan kejahatan. Dia berseloroh tentang tahap tingkatan kejahatan dengan memberikan contoh dengan menggunakan celupan bahasa Inggeris - jahat, jahater, jahatest. Katanya, Abrahah merupakan yang paling jahat kerana memimpin pengikut-pengikutnya untuk melakukan rancangan  terkutuk iaitu ingin meruntuhkan Ka'bah. Begitu jahatnya Abrahah dengan pengikut-pengikutnya kerana sanggup berangkat dan meredah perjalanan yang jauh daripada Yaman hingga ke Makkah. Abrahah dan pembesar-pembesarnya menunggang gajah manakala tentera-tentera pengikutnya menjadi macai (istilah ustaz) berjalankaki sepanjang perjalanan.

Amat malang apabila "40 NGO" menggelarkan diri "NGO Islam" tetapi membuat fitnah jahat dan menjadi pencacai politik bankrap.

Anwar  Ibrahim tidak pernah ada masalah dengan para alim ulama dan mufti-mufti semasa dia salah seorang pemimpin kerajaan dahulu.  Anwar tidak ada masalah dengan ulama' mu'tabar dunia malah mereka sentiasa mendokong dan membelanya serta berhujah menyokongnya. Anwar tidak ada masalah dengan Ikhwan, Hamas atau kelompok pergerakan Islam mana sekalipun walaupun musuh-musuh cuba berkali-kali untuk mencemuhnya di mata para pejuang. Para pejuang Islam terutama Hamas dan Ikhwan lebih mengenali Anwar, mempercayainya dan mereka lebih mengenali gelagat konco-konco regim serta pengampu kerana mereka telah melalui fitnah yang sama.

Anwar tidak menimbulkan masalah dengan agama lain, bangsa lain dan ramai tokoh politik lain dalam ataupun di luar negara. Prinsipnya adalah engagement. Dia mengambil pendekatan berkenalan dan  bersahabat dengan semua orang. Dia berdialog dengan semua orang.  Dia berdialog dan bersua muka sejak zaman dia memimpin pergerakan belia lagi. Adakah mereka marah Anwar kerana dia berjaya berkomunikasi dan berinteraksi dengan semua samada di negara atau antarabangsa, Muslim dan bukan Muslim?

Anwar berpegang kepada politik beridealisme. Inilah kata-katanya sendiri tentang pendiriannya:-

"I grew up in a time of great social transformation wherein the interplay of ideas and events coincided with student activism, religious revivalism and political turmoil. Not content to be a mere bystander, I chose to be an active participant instead. I emerged from all this convinced that while a life of contemplation and solitude can indeed be invigorating to the mind and the soul, a life of contemplation coupled with action and fraternity can be even more so. I have no regrets for the road not taken because the one that I took has led me to a challenging and fulfilling public life. And it is in this domain that I will continue to actively and fully participate in the realization of the higher ideals of life."


"Saya dibesarkan pada zaman transformasi sosial hebat di mana berlaku cetusan ledakan idea-idea dan peristiwa-peristiwa berbetulan serta bertindan dengan aktivisme mahasiswa, kebangkitan agama dan pergolakan politik. Saya tidak rela berada selaku pemerhati sahaja, bahkan saya memilih untuk menjadi ahli yang berpartisipasi aktif. Saya muncul daripada semua ini dengan berkeyakinan bahawa sementara pilihan hidup secara bertafakur, berfikir dan bertapa menyendiri boleh menyegarkan dan melazatkan minda dan jiwa, tetapi hidup bertafakur digandingkan pula dengan gerak tindakan dan pupuk persaudaraan lebih memugarkan aktualisasi diri. Saya tidak menyesali jalan yang ditempohi kerana jejak laluan ini telah membawa saya mengalami dan menghayati kehidupan cukup mencabar dan penuh bermakna bagi saya. Dan di ruang lingkup  inilah saya akan terus berperanan secara aktif dan menyertai dengan seutuhnya bagi merealisasikan cita-cita dan matlamat hidup yang lebih tinggi."


Sebahagian mereka yang sanggup menandatangani tuduhan berat dan kenyataan fitnah "40 NGO" lebih mengenali Anwar Ibrahim tetapi dengan sengaja melakukan kedurjanaan. Adakah mereka sudah lupa peribadinya yang mengamalkan ibadah solat sejak kecil, berpegang kepada ajaran Islam, memperjuangkan Islam sebagai ad din sejak bangku persekolahan dan mengasaskan pergerakan kebangkitan Islam negara? Adakah mereka lupa bahawa dia yang mengajar dan mendidik mereka, menyedarkan mereka dan menginspirasikan mereka untuk turut serta dalam gelombang kebangkitan baru Islam pada waktu mereka masih muda? Adakah mereka lupa bahawa inilah orang yang menjadi lambang setiakawan dan memberikan erti persahabatan dalam perjuangan?

Memang berbaris dan bergilir malah berebut-rebut sekalian tukang ampu, pencacai,  para pemberita pembawa naba fasiq dan pengaut pangkat dan laba, bersusun sesak dengan bermacam-macam idea dan makar bagaimana dan apa kata-kata  nista dan celaan yang direka bagi mengutuk dan menginginkan supaya hancur lebur manusia bernama Anwar Ibrahim. Mereka mahu rakyat meragui keikhlasan dan idealisme perjuangan yang dibawa Anwar. Asalkan rakyat terutama orang Melayu ragu, matlamat mereka tercapai. Betapa bodoh sekalipun rekayasa dan tuduhan itu, asalkan Anwar diganyang. Matlamat kerdil bagi mengekalkan kuasa pemerintahan sedia ada menghalalkan cara tak kira betapa korup dan fasad penaja dan penaung mereka. Bukankah nyata sekali ini kerja orang jahat?

Maka segala ajaran Islam tentang Iman, Islam dan Ihsan diketepikan begitu saja. Segala hukum shariah mereka langgar dengan membuat tuduhan melulu tanpa bukti dan tanpa bicara, tanpa pengadilan. Apabila jelas ada pimpinan di belakang mereka yang membayangkan menyokong idea penolakan hadith, mereka diam seribu bahasa. Mereka ada penyakit di dalam hati mereka.

Sebelum ini mereka cuba mematahkan kemaraan Anwar Ibrahim dengan menuduh dan menjadikannya penjenayah, malah mengurungnya di dalam penjara. Tidak cukup dengan itu, mereka cuba bunuh karakternya dengan cara yang amat aib dan paling hina dalam sejarah. Kemudian mereka cuba menanamkan keraguan umat kepada kefahaman agamanya. Kini mereka melampaui semua itu dengan menghampiri kalimat kekufuran - mengandaikan Anwar dengan sifat Dajjal. Semoga Allah swt melindungi kita daripada fitnah mereka!

Mereka mendapat segala kelebaran akses media, siaran perdana dengan segala perlindungan dan penajaan. Ini mengingatkan kita semula kepada angkara geng Datuk T dan cubaan gila video aib mereka, menyebar kejahatan secara berleluasa. Modus operandi mereka sama saja walaupun kaedah cara kutukannya berbeda - fitnah dan biarkan saja - asalkan tercalit keburukan kepada Anwar dan menghakis kepercayaan rakyat kepadanya.

Adalah jelas kenyataan dan kelakuan "40 NGO" ini satu kejahatan yang besar. Matlamat mereka amat  cetek sekali iaitu cuba menghalang dan menjadi satu lagi alat rintangan kemaraan seorang pemimpin yang masih mendapat tempat pada hati sanubari kebanyakan penduduk negara ini.

Selama 15 tahun lamanya, serangan demi serangan peribadi, fitnah, tuduhan, pendakwaan, di perbicaraan, di kaca TV, akhbar, di internet - mencela diri Anwar dan keluarganya, menggasak penyokongnya serta sahabat-sahabatnya dalam gerakan Islam dan aktivis masyarakat. Betapa banyaknya saham kejahatan terkumpul oleh parti, regim, penyokong, pencacai, pemberita, penulis, ahli panel, pegawai, pengacara dan penganalisa, segala makhluk yang dikerahkan serta para pendengar dan pembaca yang setia. Istilah keji, terkutuk dan kata-kata paling nista telah diperkenalkan kepada masyarakat  tak kira tua, muda dan kanak-kanak.  Semua ini dilakukan secara tersusun, berterusan dan tanpa segan silu ataupun rasa bersalah selama 15 tahun dan masih berjalan lagi. Semua ini semata-mata untuk menyekat  Anwar Ibrahim dan perjuangannya. Apabila dimuhasabah semula sudah tentu lebih banyak perkara yang bermanfaat dan menyelamatkan diri dan membina negara bangsa yang boleh dilakukan dengan segala sumber, jentera,  tenaga dan masa yang terbuang dengan bergelumang angkara fitnah dan tidak akan boleh ditebus semula.

Barangkali "40 NGO" ini sudah terlupa bahawa hujah "21 dalil" ini mirip dalil-dalil rekaan arwah Khalid Jefri yang memulakan era menfitnah Anwar sehingga kini, malah "40 NGO" ini semacam pewaris angkara bejat yang basi dan lama. Mereka pasti akan hampa dan kehampaan ini jika tidak kembali ke pangkal jalan akan berlaku selama-lamanya.

Sahabat-sahabat sejati Anwar Ibrahim di dalam gerakan Islam telah lama kenal peribadi dan perjuangannya, tidak pernah meraguinya dan sentiasa menyokongnya. Prinsip yang dipegang adalah pada menegakkan kebenaran dan keadilan, prinsip Islam yang menolak  kezaliman, kebatilan dan kepura-puraan. Inilah pengkalan yang selamat dan bahtera perjuangan Islam. Kawan-kawan yang telah isytihar meninggalkannya dan memilih pula untuk bersekongkol memfitnah juga tahu semua ini, namun mereka telah mengambil jalan yang semacam tiada titik kembali ke pengkalan lagi.

Inilah kata-kata Anwar Ibrahim kepada sahabat-sahabatnya sebaik saja dibebaskan daripada penjara - 

Pada tahun 1974, pertama kalinya pada September 1974, kerana memperjuangkan masalah kemiskinan Baling, saya dipenjarakan tetapi keadaan waktu itu tidaklah seteruk. Tetapi kali ini (1998), ia amat berat bagi saya secara peribadi, merasai kepayahan, penghinaan, sukar kerana usia dan kedudukan. Saya telah dipukul, ditelanjangkan, dibiarkan bagaikan se ekor haiwan, dinafikan rawatan. Bagaimana untuk menceritakan layanan buruk ini? Sukar juga untuk memahami bagaimana boleh sampai begini jadinya. Saya terpaksa mengharunginya, Azizah dan anak-anak juga terpaksa mengharunginya. Waktu itu amat mencabar dan sangat getir. Di situlah ABIM membantu dan menolong, memberikan keyakinan bagi saya.

Banyak lagi sekatan berat yang bakal menempuhi ahli politik idealis bernama Anwar Ibrahim. Apabila ditanya kenapa dia masih sanggup menjejaki jalan ranjau penuh penderitaan ini dengan segala mehnah dan fitnah, dia menjawab, dengan merujuk kepada ungkapan Islah mastata'tum - surah Hud:88 - “Tidaklah kami mahu melainkan untuk melakukan islah sekuat daya kami.”

Apabila ditanya bagaimana dia mencari kekuatan dengan dugaan besar yang dihadapinya, dia merujuk kepada pesanan tok guru dan alim ulama supaya berpaut kepada ungkapan Innalladzina qalu rabbunallah (sesungguhnya orang-orang yang mengatakan,Tuhan kami ialah Allah”) sebagai pengakuan atas ketuhanan-Nya dan keesaan-Nya - thummas taqamu (kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka) (Surah al Fushshilat: 30)