Friday, January 31, 2014

CELEBRATING THE VEIL: COMMEM0RATING WORLD HIJAB DAY


In 1981, a Palestinian student in the UK related the story of how he saw outside Yarmouk refugee camp in Syria, Muslim women had their veils ripped off by Hafez Assad’s security forces. He told of young men being held and rounded up because of having beards on their faces. Veils and beards were signs of Islamists, something which were frightening totalitarian regimes in the Arab world then.

In Malaysia in the 70’s the daughter of the foremost government leader on holiday from her studies in the UK was counseled and cajoled by religious advisers into taking off her veil which she had started to wear only after going to the UK. In the early seventies, women wearing the veil, prominent among them were University students were being mocked as ghosts, as backward people, with deriding slants such as “Kum Kum ghost”, “ghost with stockings”. One profession which vehemently opposed to the veil was the health and hospital services but faced with public pressure and greater Islamic awareness, the veil became the norm for Muslim nurses and most Muslim doctors. Recently, female artistes and celebrities marked their move in managing their appearances – their “hijrah” - by shedding their “free hair” for donning the veil, gaining praise, a larger fan base and even social status for some.

The phenomena riding the globe, Islamic resurgence, was too great and too overwhelming especially with the young and the idealists, persistently championing its symbols, for its women was the ubiquitous veil or the hijab. The hijab spread throughout campuses, streets, the countryside, schools, TV, hospitals and all over. The hijab came to stay, became mainstream, with its various forms and fashion, with its creativity and evolution. The hijab was a symbol of change for the ummah especially for Muslim women.

The hijab brought the ire of extremist secular regimes, which old Turkey was among the most notorious. Turkey had banned the hijab in public institutions, government facilities, government schools and universities. It had even unceremoniously removed a vociferous member of its parliament for wearing the veil in session. Its generals were so fanatical in their opposition that in a press conference in Washington, a reporter pointedly asked Turkey’s generals who were there on a visit, “Why do Turkey’s armed forces fear a veil on a woman’s head?”, drawing awe and surprise among the generals. But Turkey’s proud society, its social movements and changing politics made inroads in being more democratic and accommodating, including the increasing relevance of religion and its practices. In the beginning both the prime minister’s and president’s wives were being shut out of the public limelight because of their veils but it came to pass that this position was untenable and the hijab came to the fore. More democratic reform meant more freedom and restrictions to the hijab were being lifted in Turkey.

However, not all geo-political forces are ready to accept religious diversity and the freedom to dress. Old Europe seems scrambling to top the Islamophobe rankings by making discriminatory legislations, banning minarets in Switzerland, banning the veil in schools in France and others including the UK are mulling restrictions on the hijab, and the way Muslim women prefer to dress. The conservative Italian interior minister begged to differ by quipping, “How can you ask me to ban the veil, because all the pictures of Our Lady Virgin Mary show her wearing a veil!”. Down over the causeway, Singapore which has already banned the veil in schools and made restrictions on Islamic displays and rituals such as the call to prayers – the azan, it is publicly contemplating more prohibition of the veil. They appear not to take heed of US President Obama’s groundbreaking Cairo speech, where he addressed the issue, probably aimed at his European allies, questioning them on “why must there be discrimination against a woman who chooses her own way to dress and covering her head?”


There has been instances of misunderstanding and conflicts in the local scene concerning the veil but by the community keeping calm and pressing ahead to celebrate the hijab, common sense prevails. It remains a jihad – a cause - for some minorities in economically advanced nations, as it comes to unfortunately and unnecessarily symbolize a cultural clash as it reflects on the inability of modern democracies to accept plurality, cultural diversity and the freedom of women to choose their own way, their rights and personal identity. Old Europe and extremist secular nations tend to want to bar religious expressions in the public sphere, for they are unwilling to engage and debate, they seem to deny the right to an alternative world view and a religious narrative, a basic human right.

Tuesday, January 21, 2014

DR SIDDIQ FADIL: PERJALANAN MENDEKATI ALLAH

    


Gagasan Sa`id Hawwa Tentang Al-Sayr Ila 'Llah (Perjalanan Mendekati Allah): Rumusan Dan Ulasan

Dr. Siddiq Fadil

Berdasarkan huraian Sa`id Hawwa tentang al-sayr ila ‘Llah atau perjalanan mendekati Allah, dapat dirumuskan bahawa ia adalah perjalanan transformatif, iaitu anjakan dari al-iman al-`aqliy kepada al-iman al-dhawqiy. Dengan demikian iman yang tadinya hanya sebatas tahap mental-konseptual ditingkatkan ke tahap citarasa dan pengalaman rohaniah yang aktual. Memang iman bukan hanya sejenis sikap mental, tetapi juga suatu pengalaman indah yang disebut halawat al-iman (kemanisan iman).

Dalam kaitan inilah relevannya tasawwuf dalam erti tadhawwuq al-`aqidah (pencitarasaan `aqidah) dengan cara yang menepati nass dan kefahaman yang benar.

Perjalanan rohaniah mendekati Allah harus memenuhi dua rukun asasi: ilmu dan zikir. Tanpa kedua-duanya perjalanan tersebut tidak mungkin berlaku. Ilmu diperlukan sebagai penyuluh jalan, sementara zikir diperlukan sebagai bekal sepanjang perjalanan di samping sebagai alat pendakian rohaniah. Dengan kata lain, kita memerlukan ilmu (tentang al-Kitab, al-Sunnah dan segala yang berkaitan dengan keperluan-keperluan dalam perjalanan) bagi mengetahui perintah-perintah Ilahi dan segala hikmah yang tersirat untuk dilaksana dan diaktualisasikan. Kita juga memerlukan zikir (yang ma’thur atau yang disunatkan) agar Allah berkenan untuk bersama dalam perjalanan kepada-Nya sebagaimana yang diisyaratkan dalam sebuah Hadith Qudsi, “Dan Aku bersamanya apabila ia menyebut dan mengingati Aku” (Muttafaqun `alayh).


Dari segi praktiknya, memang tidak mudah melaksanakan kedua-duanya (memperdalam ilmu dan memperbanyak zikir) secara seimbang dan proportionate. Maksudnya, terdapat kalangan yang lebih menumpu pada kegiatan keilmuan, namun tetap mengamalkan zikir secukupnya; di samping terdapat pula kalangan yang lebih menumpu pada zikir, namun tetap menambah ilmu semampunya. Keadaan seperti itu sebenarnya lumrah dan tidak menjejaskan pencapaian matlamat.


Ilmu:  Asas  Ma`rifah  dan  `Ibadah

Mengenai bidang ilmu yang perlu dikuasai, Sai`id Hawwa menekankan keperluan membuat pilihan secara kontekstual dengan mengambil kira realiti zaman dan lingkungan. Ada ilmu yang wajib dipelajari oleh semua orang, dan ada pula yang tidak semua orang wajib mempelajarinya. Generasi sahabah misalnya, tidak perlu mempelajari bahasa Arab kerana ia adalah bahasa ibunda yang memang mereka kuasai dan fahami dengan baik. Mereka juga tidak perlu mempelajari tajwid kerana sebagai penutur peribumi mereka dapat membaca al-Qur’an tepat sebagaimana yang diajarkan oleh al-Rasul (s.`a.w.). Tetapi bagi generasi kini (terutama yang bukan Arab) perlu sekali mempelajarinya di samping ilmu-ilmu lain yang terabai.

Memang seluruh kehidupan Islami (al-hayat al-Islamiyyah) berpangkal pada ilmu. Demikianlah proses perubahan dari jahiliah kepada Islam telah bermula dengan iqra’ (baca!), kalimat yang mengandungi tenaga transformatif yang luar biasa. Kata iqra’, perintah pertama yang mendahului segala perintah itu jelas membawa implikasi ilmu. Hakikat peri pentingnya ilmu diberi penegasan sedemikian rupa sejak wahyu pertama: kata iqra’ diulang dua kali dalam tiga ayat, sementara kata `ilm diulang tiga kali dalam lima ayat. Selain itu disebut pula kata al-qalam, alat terpenting dalam urusan keilmuan. Demikianlah sebutan kata `ilm dan yang seakar dengannya dalam surah al-`alaq itu bukanlah yang pertama dan terakhir, tetapi terus-menerus sepanjang tempoh penurunan al-Qur’an. Sejak awal lagi, ilmu seperti yang disebut dalam surah al-`alaq itu dikaitkan dengan al-Rabb dan al-Khaliq. Dengan menyebut nama Tuhan sebagai al-Rabb dan al-Khaliq dalam konteks keilmuan, bererti bahawa ilmu seharusnya dapat membawa manusia mengenali dan seterusnya mengabdi Ilahi.

Yang dimaksudkan dengan iqra’ (baca) dalam ayat tersebut adalah pembacaan kedua-dua ayat al-Qur’an dan ayat al-kawn. Alam ciptaan Tuhan (al-kawn) selalu disebut sebagai al-kitab al-maftuh, sebuah kitab terbuka yang menyerlahkan tanda-tanda kemahakuasaan dan kemahaesaan Tuhan. Memang tujuan penciptaan alam adalah untuk mengenalkan Penciptanya, Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana yang disebut dalam ayat 12 surah al-Talaq:

Allah yang menciptakan tujuh petala langit dan (Ia menciptakan) bumi seperti itu; perintah Allah berlaku terus-menerus di antara alam langit dan bumi. (Berlakunya yang demikian) supaya kamu mengetahui bahawa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu, dan bahawa sesungguhnya Allah tetap meliputi ilmu-Nya akan tiap-tiap sesuatu.

Demikianlah hikmah di sebalik penciptaan alam - langitnya dan buminya, adalah untuk lita`lam...., (agar manusia mengetahui dan mengenali) Penciptanya Yang Maha Agung, Tuhan yang memiliki segala sifat kebesaran dan kesempurnaan yang antaranya seperti yang disebut dalam ayat di atas: kuasa yang tidak berbatas dan ilmu yang serba meliputi. Dengan mengenal Pencipta akan timbullah kesedaran untuk mengabdi. Dengan demikian kontroversi di sekitar makna kalimat liya`budun dalam ayat 56 surah al-Dhariyat (Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia selain untuk mengabdi kepada-Ku), sama ada bererti mengabdi atau mengenali (liya`rifun) dapat diselesaikan, iaitu `ibadah sesudah ma`rifah (mengabdi setelah mengenali).

Ilmu yang dituntut dengan memohon petunjuk dan pertolongan al-Rabb al-Khaliq, Tuhan Yang Maha Pencipta, akan menemukan tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Tuhan, lalu menumbuhkan keyakinan bahawa Dia dan segala ajaran-Nya adalah benar. Dengan kata lain, ilmuwan yang menghayati semangat surah al-`alaq akan melihat Tuhan di mana-mana. Demikianlah maksud ayat 53 surah fussilat.

Ilmu yang menghasilkan keyakinan terhadap hakikat tawhid itulah yang mengangkat martabat kesaksian tauhidik para ilmuwan sehingga layak dideretkan bersama kesaksian Allah dan para malaikat (Ali `Imran:18)..


Zikir: Wahana Ma`iyyatu ‘Llah

Perjalanan menuju Allah (al-sayr ila ‘Llah) pada dasarnya adalah usaha penyihatan hati demi mencapai matlamat al-qalb al-salim. Hati yang sihat sebagaimana yang disebut dalam hadith riwayat al-Bukhariy yang terkenal itu adalah punca kesihatan diri - jasmani-rohani - seseorang. Hati yang sihat juga adalah titik tolak ke arah kehidupan Islami (al-hayat al-Islamiyyah) yang utuh dan menyeluruh, istiqamah dalam melaksanakan hak-hak Allah sebagai realisasi `ubudiyah yang setulusnya. Dalam kaitan inilah pentingnya zikir sebagai wahana penyihatan hati dan kesedaran batin tentang kehadiran Allah di mana pun dan bila-bila pun. Hati yang berpenyakit, jika dibiarkan tanpa penyihatan akhirnya akan mati. Hati yang mati seperti yang disebut oleh Ibn `Ata’i ‘Llah al-Sakandariy dalam al-Hikamnya, “… tidak berasa sedih atas luputnya amal ketaatan, dan tidak menyesal dengan maksiat yang telah dilakukan.”

Zikir secara literal bermakna menyebut dan mengingat. Dhikru ‘Llah adalah manifestasi cinta hamba terhadap Tuhannya. Demikianlah resam orang bercinta, sentiasa mengingat dan menyebut yang dicintai. Manusia secara fitri memang menyenangi kesempurnaan dan keindahan. Kedua-duanya, al-Kamal dan al-Jamal ada pada Allah, malah pada hakikatnya Allah adalah puncak segala kesempurnaan dan puncak segala keindahan sebagaimana yang terungkap lewat Nama-Nama Indah-Nya yang 99 itu. Penghayatan erti hakiki al-Asma’ al-Husna akan memberikan rasa nikmat berdampingan dengan (Tuhan) Yang Maha Sempurna lagi Maha Indah.

Mencintai Allah adalah cinta yang timbal balik, mencintai dan dicintai sebagaimana yang dinyatakan dalam surah Ali `Imran:31 yang menyebut kenescayaan cinta Allah buat mereka yang mencintai-Nya dengan cara mentaati dan meneladani al-Rasul (s.`a.w.). demikian juga dengan surah al-Ma’idah: 54 yang menyebut tentang kualiti umat yang ditampilkan sebagai ganti golongan yang murtad. Mereka disebut sebagai kaum yuhibbuhum wa yuhibbunahu (Allah menyintai mereka, dan mereka demikian pula, sama-sama saling menyintai). Memang demikianlah berlakunya kesalingan yang juga meliputi dhikr sebagaimana yang dinyatakan dalam surah al-Baqarah:152 (Ingatilah Aku, nescaya Aku mengingati kamu pula). Apabila Allah mengingati seseorang, tentunya bukan sekadar ingat, tetapi ingat yang membawa rahmat. Dengan kata lain, seseorang yang diingati oleh Allah bererti berada dalam bimbingan dan perlindungan-Nya. Demikianlah betapa beruntungnya orang yang berzikir, kerana zikir adalah pembawa rahmat dan kurnia. Sebagaimana berlakunya kesalingan dalam dhikr, demikian pula sebaliknya jika lupa terhadap Allah yang berakibat dilupakan oleh Allah dalam erti tersingkir dari rahmat-Nya (al-Hashr:19).

Menyedari peri pentingnya dhikru ‘Llah seperti yang diungkapkan di atas, para ahli rohaniah berusaha menyebatikannya dalam kehidupan harian mereka menerusi kaedah-kaedah tertentu yang dirasakan berkesan. Imam al-Ghazaliy r.`a. misalnya, menganjurkan zikir dan do`a tertentu untuk diamalkan pada waktu-waktu yang menyelangi antara sembahyang-sembahyang fardhu. Zikir yang juga meliputi du`a, membaca al-awrad dan tilawah al-Qur’an biasanya dipelbagai untuk mengelak kejemuan. Kejemuan mengingati Allah memang seharusnya dihindari, kerana ia akan mengundang kejemuan Tuhan terhadap hamba-Nya. Masalah yang selalu dialami dalam zikir ialah ketidakhadiran hati bersama Allah. Dalam kaitan ini Ibn `Ata’i ‘Llah r.`a. menyarankan agar hal itu tidak usah dijadikan halangan untuk terus berzikir, kerana sesungguhnya melalaikan zikir (tidak berzikir sama sekali) itu lebih buruk berbanding lalai dalam keadaan berzikir.

Zikir yang dihayati dan disebatikan dalam kehidupan akan membentuk sikap dan watak yang selayaknya sebagai hamba dan khalifah Allah. Sikap dan watak mereka yang mengamalkan zikir al-Asma’ al-Husna misalnya, akan mencerminkan sifat-sifat al-Asma’ tersebut dalam konteks dan batas kemanusiaan. Ia akan terdorong untuk bersikap adil, berilmu, penyayang, pemurah dan seterusnya. Kerana itu zikir dengan dampak perwatakan sedemikian itu disebut sebagai `ibadah ijtima`iyyah yang menjelmakan kepedulian sosial dengan semangat kebaktian yang tinggi.


KDH: 17052007


(ihsan Minda Madani, sila layari  http://www.mindamadani.my/  )

Monday, January 20, 2014

BERSEMPENA HARI HIJAB SEDUNIA DAN CATATAN KEBANGKITAN UMAT



HARI HIJAB SEDUNIA:  ASAL USUL  TUDUNG 

Satu sumbangan besar ABIM melalui usaha pendidikan adalah menubuhkan Yayasan Anda Akademik, sebuah sekolah menengah persendirian yang menawarkan ruang dan kesempatan menyambung pelajaran bagi pelajar-pelajar Melayu kebanyakannya yang telah gagal mencapai gred sewaktu berada dalam sistem sekolah kerajaan biasa (memberikan peluang kedua kepada pelajar tercicir ini). Yayasan Anda ditubuhkan pada 1971 dan Anwar Ibrahim, Presiden ABIM ketika itu menjadi pengetua pertamanya. Ramai ahli-ahli ABIM juga menjadi guru-guru pengajar di situ. Yayasan Anda dianggap unik pada masa itu. Di samping mengendalikan pendidikan sekular lazim menurut kurikulum menengah kebangsaan, Yayasan Anda juga memperkenalkan kursus-kursus pendidikan Islam, termasuk tasawur Islam dan Islam sebagai cara hidup, kebangkitan Islam dan pergerakan Islam, perbandingan agama, ekonomi Islam dan sistem politik Islam. Kod etika berpakaian Islam dipatuhi, dengan pelajar-pelajar wanita diminta memakai mini telekung - tudung -  atau hijab. Penulis, Zainah Anwar memerhatikan bahawa pelajar-pelajar wanita ini yang kemudiannya berjaya melanjutkan pengajian tinggi di Universiti Malaya merupakan wanita Malaysia yang pertama memakai tudung di kampus. (Zulkifly Abdul Malek 2011, tesis Georgetown University)



WORLD HIJAB DAY: ORIGINS OF THE TUDUNG

One of the most important contributions made by ABIM vis-à-vis education was the establishment of Yayasan Anda Akademik, a private secondary school that provided the means for continuing education to the mostly Malay students who could not make the grade at government schools (offering dropouts a second chance at the system). Yayasan Anda was established in 1971 and Anwar Ibrahim, ABIM’s President at the time became its first headmaster. Many ABIM members were also its first teachers. Yayasan Anda was considered unique at the time. While it provided conventional secular education which students would receive in line with the national secondary curriculum, Yayasan Anda also introduced courses on Islam such as Islam as a way of life and worldview, Islamic renaissance and movements for reform, comparative religions, Islamic economics and Islamic political systems. Islamic dress codes were observed, where female students were asked to cover their heads in a mini telekung - tudung - the Islamic headscarf or hijab. Writer, Zainah Anwar noticed that these girls, who proceeded to successfully pursue their tertiary education at the University of Malaya became the first veiled Malaysian women on campus. (Zulkifly Abdul Malek 2011, Georgetown University thesis)


Catatan:-

Yayasan Anda Akademik

Yayasan Anda Akademik merupakan satu institusi pendidikan persendirian yang telah diasaskan oleh sekumpulan siswazah universiti-universiti tempatan dan dipelopori oleh. Anwar Ibrahim, pada bulan Mac 1971. Penubuhan institusi ini antara lainnya untuk menyediakan peluang belajar kepada pelajar-pelajar dari sekolah-sekolah bantuan penuh kerajaan yang tidak bernasib baik untuk meneruskan pengajian ke peringkat yang lebih tinggi.

Sebagai satu institusi yang mempunyai faslsafah pendidikan yang tersendiri, maka semua aktiviti kurikulum dan kokurikulum digembelingkan ke arah melahirkan seorang insan yang akademis dan bertaqwa. Sesuai dengan motto penubuhannya yang berusaha untuk memberikan pendidikan di segenap peringkat lapisan masyarakat terutama di kalangan mereka yang berpendapatan rendah, maka sudah pasti YAA bertindak dengan mengenakan yuran pengajian yang paling minimum, tetapi mutu pendidikan yang disediakan sudah teruji keberkesanannya.

Sambutan masyarakat terhadap institusi ini amatlah menggalakkan. Suatu yang perlu dibanggakan ialah institusi ini telah berjaya mencapai objektif penubuhannya iaitu dengan bertambahnya bilangan bekas lulusannya yang berjaya melanjutkan pelajaran ke pusat-pusat pengajian tinggi tempatan dan luar negeri. Tidak syak lagi bahwa kejayaan-kejayaan yang dicapai sama ada di bidang akdemik atau kerohanian di masa yang lalu, adalah hasil dari beberapa program yang telah dirancang dan dijayakan dengan amat berkesan. Di antara program yang dipercayai telah membantu YAA dikenali ramai ialah dengan lawatan-lawatan sambil belajar dan program bersama masyarakat yang telah dianjurkan di masa lalu. Di antara institusi gandingan dan seumpamanya adalah Institut Sofa yang berpusat di Ipoh yang juga diasaskan ahli-ahli ABIM para siswazah lepasan universiti yang beridealisme tinggi bagi berkhidmat untuk masyarakat.
(Wikipedia)



Saturday, January 18, 2014

Dr Siddiq Fadil: Nasihat dan Peringatan Gerakan Islam di Jalan Da’wah


Jika kita melihat semula kepada kekuatan kita pada masa lalu, apakah kita boleh mempertahankan kekuatan itu. Kekuatan yang menjadikan ABIM berupaya membidani, menangani fenomena kebangkitan Islam. ABIM telah mencipta sejarah.

Tiada sarjana yang membincangkan fenomena kebangkitan Islam tanpa menyebut nama ABIM dan Anwar Ibrahim. Sarjana yang mahu membicara tentang Islam dan Malaysia akan menyebut perihal ini pada tahun 70’an. Babak ini merupakan babak terpenting sejarah Islam di Malaysia pada hujung abad ke 20.  Pada awal abad ke 20 berlaku fenomena kebangkitan Kaum Muda. Tetapi kebangkitan Islam pada tahun 70’an lebih fenomenal dan lebih signifikan berbanding pergerakan Kaum Muda.

Kitalah yang menciptanya. Itulah kekuatan anugerah Allah swt. Kekuatan yang kita sendiri tidak mengetahui. Kalau dibincang, dianalisa, kita juga tidak tahu akan kekuatan kita miliki. Tidak boleh tidak disebutkan ABIM jika menilai secara aktual dan faktual. Jadi kita mempunyai kekuatan dan mudah-mudahan kita berdoa supaya kita terus memilikinya.

Dari mana datangnya kekuatan kita?


Kekuatan Kepimpinan

Barangkali ditakdir kita dianugerahkan pemimpin yang karismatik. Pemimpin yang tidak dilahirkan pada setiap masa. Anwar Ibrahim adalah paling berjasa dan bertanggungjawab membawa gagasan dan konsep harakah Islamiyyah – pergerakan Islam kepada masyarakat. Pemimpin seperti ini jarang ada pada setiap ketika.

Kita beruntung kerana memiliki kualiti kepimpinan yang tidak dimiliki oleh wadah-wadah lain. Ada badan yang mempunyai ramai ahli-ahli. Ahli-ahli mereka mungkin highly educated and professionally qualified tetapi mereka tidak mempunyai pemimpin yang karismatik. Kita beruntung kerana kekuatan kepimpinan – leadership of the movement


Kekuatan Tradisi Ilmu

Kebangkitan Islam bukan ledakan semangat atau sentimen semata-mata, tetapi Profesor Qaradawi menyebutnya sebagai al sahwah al ilmiah – kebangkitan keilmuan. Ianya adalah kekuatan intelektual, kekuatan ilmu dan tradisi ilmu.

Tiba-tiba melonjak aktiviti menelaah, mendalami ilmu melalui percambahan usrah, tamrin, seminar, forum, program-program dan pembacaan buku-buku. Membeli buku, menjual buku, menjadi agen buku, pengedar buku, sembang buku. Sembang buku bukan macam sekarang sembang picisan, sembang poligami. Dulu kita bersembang buku-buku, kitab-kitab baru, karya-karya Hasan al Banna, Mawdudi, Sayyid Qutb, Said Hawwa, Fathi Yakan, Al Buti dan banyak lagi. Begitu kita ghairah dengan tradisi ilmu sehingga kita menubuhkan syarikat-syarikat buku – Dewan Pustaka Islam, Tradisli Ilmu. Kita juga giat menterjemah buku-buku baru.

Kitalah pada itu mempelopori pembaharuan, mengarusperdanakan Islamisasi. Sebelum 70’an, sekularisasi tidak dibincang, dibahaskan dan disanggah. Wacana tentang sekularisme itu dimulakan oleh kita.

Kita mula membahaskan isu-isu besar seperti ini dan kita tampil di pentas dan forum peringkat nasional. Dulu, menteri-menteri pun turun menyertai forum dan berdiskusi dengan kita. Sekarang kita tidak lagi melihat kesanggupan berwacana seperti ini, mereka bukan lagi seperti Dr Mahathir yang turun berdebat sewaktu dia menjadi menteri pelajaran pada tahun 70’an.

Kita tampil di peringkat nasional membawa perspektif Islam. Kita terpaksa mencari modal baru, berceramah dengan kelainan, ceramah-ceramah yang membawa semangat kebangkitan. Ceramah yang bukan seperti penyampaian tradisional kerana penceramah tradisional  tidak membaca Mawdudi, Qutb atau Fathi Yakan. Ada kelainan pada ceramah kita dan semangat mencari bahan baru memaksa kita membaca lebih banyak lagi.

Apakah kita masih mempunyai kekuatan ini? Apakah kita mampu mewariskan kekuatan ini kepada generasi berikutnya?

Memang tidak semua ahli generasi awal menjadi ilmuwan tetapi cukup untuk menjadi lambang ketokohan. Memang ada yang menjadi dan ada yang tak menjadi langsung!

Adakah kita sendiri meneruskan tradisi ini dan apakah kita mewariskan sehingga penyusulannya?

Ada sarjana memerhati dan menyoal perkara yang sama. Memang ada badan lain yang kurang menguasai tradisi dan bahan keilmuwan tempatan kerana para pengasasnya berada lama di seberang laut dan kurang pendedahan kepada kesusasteraan Melayu dan Nusantara.

Kita telah meletakkan satu tanda aras – benchmark. Bolehkah tanda aras ini dicapai oleh generasi akan datang. Rupa-rupanya ada pemerhati luar yang menilai dan ikut rasa bimbang. Adakah kita mampu teruskan tradisi ilmu yang kita telah bina dengan penuh susah payah?

Jika kita masih berusrah dengan kekerapan hanya sekali sebulan, maka ini bukan tradisi keilmuan. Jika kita menghayati matlamat usrah, pengisiannya dan kekerapan mingguannya, barulah kita boleh mempertahankan tradisi keilmuwan.


Kekuatan Tarbiyah Kerohanian

Dulu kita menekuni tarbiyyah bersandarkan kepada harakiy, kepada gerakan. Dulu kita hadir usrah pada waktunya. Kita datang sebelum Maghrib menepati masa. Lepas Maghrib, kita membaca al ma’thurat wazifah kubra bersama. Sekarang pembacaannya wazifah sughra. Dulu ada qiamulayl terancang, tarbiyyah masajidiyyah – ziarah masjid ke masjid.
Itulah kekuatan. Sekarang dipersoalkan apakah kita masih mempertahankannya?


Kekuatan Organisasi

Kita adalah di antara juara yang cukup berencana – well organized dan mempunyai sistem yang kemas. Faktor ini jangan diremehkan. Di antara faktor kekuatan Ikhwan Muslimin adalah keampuhan organisasinya. Itulah tema besar yang kini kita bicarakan dan kita mesti pertahankan wadah ini sebagai the most well organized Islamic movement.

Kenapa?

Faktor kekuatan fizikal kita tidak lagi seperti dulu. Kita telah berusia walaupun ada yang masih belum mengakuinya bahawa stamina tidak lagi seperti dulu. Bila aktif di program pagi , kita kurang bertenaga pada program petang.

Bagi menyelesaikan dan menangani keadaan ini kita memerlukan sekretariat yang kuat dan efektif. Sekretariat mesti kuat dan mestilah muda. Asalkan kita mempunyai keazaman  memperbaiki diri, segala kelemahan organisasi boleh ditangani.

Kita perlu mengadakan pertemuan dan bermesyuarat dengan lebih kerap. Jangan sampai kita kalah kepada tungkus lumus pentadbiran kerajaan yang beroperasi, berjumpa, mengendali kertas-kertas penting, dossier dan cabinet papers yang banyak.

Dana adalah penting bagi gerakan Islam dan pergerakan di peringkat nasional perlulah padan dan sentiasa ada peningkatan. Kita perlu bersikap seperti bapa yang bertanggungjawb di dalam jamaah besar ini. Kita perlu biayai staf sepenuh masa. Kita perlu lihat dan menjaga anak-anak buah kita, pelajar-pelajar, pelapis-pelapis dan kader-kader.

Kita perlu lihat kepada projek-projek dan program bagi mengekalkan bakat bersama kita. Banyak pihak yang ingin memancing bakat-bakat, pelajar, pimpinan pelapis kita melalui bantuan bersyarat. Negeri-negeri perlu melihat pelajar-pelajar pelapis mereka dan mesti ada perancangan kewangan untuk mereka. Jika bakat kita merosot, merosotlah jamaah dan gerakan akan terkesan. Pungutan dana, kestabilan kewangan dan audit harakah semuanya perlu dilakukan supaya kita dapat pertahankan kekuatan sebagai gerakan Islam berencana.

Kita ingat kepada pesanan Hasan al Banna supaya segala-galanya terurus dengan baik - munazaman fi syu’unih.

Saingan-saingan semakin banyak bukan seperti dulu. Dulu pesaing senang dikenalpasti tetapi sekarang pesaing semakin canggih, sengit dan berorganisasi. Kita mesti kompeten dalam segenap hal.

Kadang-kadang kita semacam tersudut, terpelanting dalam pesaingan seperti itu. Kadang-kadang pesaing-pesaing kita tidak beretika dan bertindak agresif. Ada yang bersifat oportunis dan mengambil kesempatan. Kita masih teringat cabaran tahun 80’an akibat pergolakan politik. Badan-badan dalam dan luar negara menghimpit kita, samada untuk mematahkan, percubaan mengambil alih, meratah dan menangguk di air keruh.

Kita terkenang kata-kata perangsang al marhum Ustaz Abd Wahab Zakaria apabila melihat keresahan kita pada waktu itu, keresahan yang sangat menyakitkan. Himpitan ke atas gerakan kita itu boleh dimaafkan tetapi tidak akan dilupakan. Hati kita telah tergores. Al marhum Ustaz Abd Wahab berkata, “Ya akhi, kita hadapilah segalanya. Yang penting kita ikhlas dalam perjuangan. Itulah yang akan menjadi penentuan kemenangan.” Inilah yang dapati mengubati keresahan dan kita yakini kebenarannya.

Keikhlasan bekerja dalam gerakan itu hendaklah dipastikan. Tak guna kompetensi dan being well organized jika tiada keikhlasan. Kita perlu tangani penyakit-penyakit kerohanian yang merosakkan organisasi. Al qanabil al ruhiy – bom-bom rohani yang boleh menghancurkan organisasi.

Penyakit-penyakit rohani yang boleh meruntuhkan gerakan adalah:-


Kebakhilan yang dituruti

Memang ada kecenderungan bakhil tetapi kita perlu kawal dan jangan kita turuti. Jika kita bakhil wang, masa, tenaga dan berkira-kira, habislah gerakan kita. Jamaah kita unggul sebab kita tidak berkira. Dulu kita tidak menuntut  claim dan kita tidak mengeluh kepenatan.  Pantang bagi gerakan Islam untuk mengeluh dan mengadu penat. Penat bukan alasan kerana jika kita berani pegang jawatan, kita mesti berani penat. Seperti teladan ‘Umar al Khattab r.a. pada siang hari dia melayani rakyat, pada malam dia turun memantau keadaan rakyat dan selepas itu dia beribadah di baki malam.


Hawa Nafsu yang dituruti

Kita ada saksikan orang harakah mengikuti hawa nafsu. Dia mungkin tidak mencuri duit harakah tetapi kesilapannya adalah dia ingin menang sentiasa mengikuti nafsu. Sifat malas itu juga adalah nafsu.


Kagum dengan pendapat sendiri

Jika ada penyakit ini di dalam jamaah, maka tidak guna lagi diadakan syura kerana jika “tewas” di syura akan mengamuk. Jangan pandang mudah – don’t take it for granted - dengan menyangka bahawa di dalam harakah tidak ada perkara semacam ini.

Apa yang penting adalah kita mempertahankan faktor-faktor kekuatan yang ada sejak dahulu. Jangan dirisaukan pesaing-pesaing yang tidak tulen yang tidak mempunyai tradisi tarbiyyah rohaniah dan tiada tradisi keintelektualan. Kita berwaspadalah dengan kerohanian yang tidak sihat – hati yang berpenyakit – fi qulubihim maradun.

Ketakutan kita adalah apabila kita hilang barakah, apabila kita kehilangan keikhlasan. Apabila kita kehilangan akhlak, kehilangan ketaqwaan, kehilangan pekerti terpuji sebagai pekerja untuk Islam. Sebalik disuburkan sifat-sifat tercela pula, kesombongan, takabbur.
Kita survive selama ini adalah dengan keberkatan ini dan Allah swt boleh mencabutnya bila-bila kerana penyimpangan-penyimpangan kita. Kita hendaklah berhati-hati agar jangan kita hilang keberkatan ini.


Bagaimana untuk kekal Relevan dan Trampil

Gerakan ini perlu kaya dengan wawasan, idea dan fikrah baru. Ini akan hanya berlaku melalui tradisi ilmu yang kuat dan tradisi berfikir yang kuat. Kita tidak boleh malas dan lemah berfikir dan cuma mahu gelak ketawa sahaja. Jika hanya ingin gelak ketawa sahaja, mengadaplah Maharaja Lawak -  jika kita bosan dengan keintelektualan dan kita hanya inginkan yang menghibur.

Gerakan ini perlu kaya idea dan gagasan. Dulu kita arusperdanakan wacana sekularisasi, sekarang kita harus mengenengahkan political Islam, mengkaji hubungan di dalam sebuah negara - konsep kewarganegaraan – muwatinun, menjelaskan maqasid shariah – supaya tidak hanya terlalu obses dengan pematuhan hukum tanpa memikirkan objektif shariah tercapai, dan  bagaimana membentuk, membina, mencorak Bangsa Malaysia yang plural – mengutarakan idea sahifah Madinah – Piagam yang memberi kerukunan perhubungan Muslim dan Non Muslim.

Kita bukan kekeringan idea tetapi idea yang kita punyai itu lemah jentera penyebarannya dan kurang pemerataan di masyarakat. Kita juga bimbang jika terdapat kelesuan intelektual di kalangan kita. Contohnya, apabila Ucapan Dasar tidak dibahaskan dengan sepatutnya. Apabila isi pemikirannya tidak dihadam dan dibahas dengan adil. Kita harapkan berlaku perbahasan pemikiran kita secara ilmiah dan intelektual, yang jarang terjadi, dan kita tidak perlukan perbahasan sekadar ucapan terima kasih. Apakah ada kelesuan budaya ilmu pada gerakan kita dan ke mana tumpuan kita, ini perlu muhasabah.

Tarbiyyah rohaniah mesti diberikan tumpuan. Pembacaan tetap adalah “Tarbiyyah Ruhiyyah” karya Sa’id Hawwa– kita pelajari qalbun salim, pelajari mujahadah. Kita mengaji bukan membaca sahaja. Buku begini bukan untuk pembacaan di waktu lapang dan santai. Buku ini, tazkiyatunnafs perlu dipelajari dengan tunjuk ajar dan panduan.

Usul tentang tarbiyyah ruhiyyah ini penting dilaksanakan pada program dan latihan, ia perlu diberikan perhatian khusus. Anak-anak muda kita sekarang berhadapan dengan segala macam godaan-godaan. Mereka memerlukan pedoman dan panduan serta dibina daya ketahanan rohani.

Apa yang telah terjadi dulu pun ada kegagalan, dropouts yang gugur dari segi kerohanian, ketagihkan  kehidupan mewah dan mengejar pangkat. Jika belum diuji, kita belum tahu dan bencana ini boleh berlaku kepada sesiapa sahaja.




(Catatan Ucapan Amanat Kepimpinan oleh Dr Siddiq Fadil, Presiden WADAH Pencerdasan Umat pada MPPW 2 di Teras Jernang)

SEGERA LAKSANA AMALAN BAIK: ABD HALIM ISMAIL




Dan segeralah kamu kepada (mengerjakan amal-amal yang baik untuk mendapat) keampunan dari Tuhan kamu, dan (mendapat syurga yang bidangnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang bertaqwa. (Surah ali Imran 133)

Walaupun manusia berkali-kali dingatkan, dia terlupa, dan dinamakannya insan kerana dia kelupaan. Dalam gerakan kita lupa mengingati supaya bersegera, cepat-cepat, sepantas mungkin beramal supaya mendapat keampunan dan memperolehi syurga. Syurga yang amat luas dan penuh kehebatannya. Kesegeraan melaksana amal kebaikan ini gesaan Al Qur’an, Sunnah Rasulullah s.a.w. dan amalan para Sahabat r.a.a. Jangan ditunggu-tunggu dan jangan dinanti-nanti.


Tidaklah sama di antara kamu, orang-orang yang membelanjakan hartanya serta turut berperang sebelum kemenangan (Nabi menguasai Makkah). Mereka itu lebih besar darjatnya daripada orang-orang yang membelanjakan hartanya serta turut berperang sesudah itu. (57:10)


Tidak sama mereka yang berjuang dan menyumbang di jalan Allah sebelum fathul Makkah dengan mereka yang datang selepasnya. Mereka yang lebih awal, lebih cepat menyumbang kepada Islam mendapat pahala yang lebih banyak.


Berlumba-lumbalah kamu (mengerjakan amal-amal yang baik) untuk mendapat keampunan dari Tuhan kamu, dan mendapat Syurga yang bidangnya seluas segala langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasulNya; yang demikian ialah limpah kurnia Allah, diberikanNya kepada sesiapa yang dikehendakiNya; dan Allah sememangnya mempunyai limpah kurnia yang besar. (Surah al Hadid)


Bukan hanya bersegera tetapi dituntut kita supaya berlumba-lumba. Berlumba-lumba melebihi rakan-rakan lain. Amalan mesti dilakukan dengan penuh keikhlasan dan kesempurnaan. Ikhlas dalam beramal itulah nilai untuk mendapat keridhaan Allah s.w.t. Laksana sebaik-baiknya, prestasi terbaik – best performance – dengan keberkesanan. Bersegera dan jangan ditangguh tanpa alasan. Jangan layani percakapan diri supaya menangguh sesuatu kebaikan.


(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Surah ali Imran 134)


Budaya infaq, selain daripada dilaksana dengan segera, pantas dan bergegas, hendaklah dilakukan samada ketika susah ataupun senang. Inilah tanda orang-orang bertaqwa. Inilah menunjukkan semakin dekat dengan Allah s.w.t., bersedekah, berinfaq samada secara terang atau tersembunyi, dalam keadaan senang atau susah.


‘Umar al Khattab r.a. pernah bertekad pada suatu ketika bagi menyahut seruan jihad bagi menentang kemaraan tentera Rum. Dia berazam untuk melebihi Abu Bakr r.a. dalam berinfaq kerana sebelum itu, sentiasa Abu Bakr r.a. yang melebihinya. Setelah dia menyerahkan harta sumbangannya kepada Rasulullah s.a.w., apabila ditanya oleh Rasulullah s.a.w. apa yang tinggal padanya, dia menjawab separuh daripada apa yang telah diinfaq. Tetapi apabila giliran Abu Bakr r.a. pula menyumbang, dia telah menyumbang sepenuhnya kesemua hartanya, dan apabila ditanya, Abu Bakr menjawab yang tinggal baginya, “Allah dan Rasul”. ‘Umar mengakui dia tidak lagi dapat menandingi kelebihan Abu Bakr.

Itulah contoh perlumbaan –perlumbaan sihat, konsep sebenar musabaqahcompetition – atau apa  selalu disebut sebagai fastabiqul khayrat..

Rasulullah s.a.w. mengajar supaya berdoa memohon yang terbaik, memasuki syurga tertinggi, memasuki syurga dengan tanpa dihisab.

Inilah konsep kecemerlangan atau culture of excellence.

Budaya segera beramal dalam gerakan belum kelihatan walaupun bertahun-tahun dididik dengan tarbiyyah jika budaya sadaqah belum menjadi amalan.

Dalam konteks gerakan Islam, apa-apa yang diputuskan dan dipersetujui bersama, dikehendaki organisasi hendaklah dilakukan dengan segera. Kita perlu laksanakan dengan serious dan komited supaya membolehkan kita terus memperolehi keberkatan Allah s.w.t. dan jangan terputus keberkatan.


(Catatan Kuliah Subuh yang disampaikan oleh Cikgu Abd Halim Ismail, Setiausaha Agong WADAH Pencerdasan Umat pada program MPPW 2 di Teras Jernang

Ihsan sebahagian catatan oleh sdr Asri Haron)

Tuesday, January 14, 2014

Menegakkan Keadilan, Menentang Kezaliman dan Memelihara Kesederhanaan: Menyingkap Lembaran Ikhwan al Muslimin



Mahkamah Tinggi Kahirah menyaksikan adegan pertikaman lidah yang tajam di antara Ketua Hakim dengan Murshid al Am Ikhwan. Hakim dengan rasa bangga berkata, “Aku telah bertahun-tahun menduduki kerusi kehakiman ini dan aku arif tentang apa itu keadilan.” Kata-kata ini dibalas dengan spontan oleh Muhammad Badie, “Aku sudah bertahun-tahun berada di dalam kandang tertuduh dan aku lebih arif tentang apa itu kezaliman.”

Proses dan paparan perbicaraan anggota-anggota Ikhwan menjadi kucar kacir. Regim pemerintah masih berkeras dengan meneruskan pertuduhan dan pendakwaan yang langsung tidak masuk akal. Dakwaan-dakwaan yang sangat lemah dan jauh meleset daripada syarat-syarat utuh sistem kehakiman dan ternyata sekali pertuduhan berbentuk rekayasa yang semakin sukar dipertahankan.

Setiap kali pimpinan Ikhwan muncul di khalayak untuk sesi perbicaraan, rakyat diingatkan tentang kezaliman yang sedang berlaku serta kebobrokan regim. Sehingga terkini, perbicaraan Presiden Morsi ditangguhkan kerana dilaporkan keadaan cuaca buruk dan kabus tebal menghalang penerbangan helikopter.  Alasan kabus tebal telah digunakan oleh regim selama ini sepanjang sejarah sebagai alasan untuk menangguh pelbagai isu yang tidak punya keputusan.

Kemunculan Dr Morsi akan menjadi tumpuan media dan orang ramai betapa sekali regim cuba memendamkan dan meremehkan kehadirannya. Dr Morsi menunjukkan penentangannya yang ketara dengan mengangkat kedua belah tangannya, memberikan semangat baru kepada penyokongnya yang banyak. Dia masih memakai pakaian awam kerana dia enggan memakai pakaian seragam serba putih seperti banduan lain di kandang tertuduh. Ini sebagai lambang simbolik penentangannya. Selagi dia muncul di khalayak ramai, selagi itulah Mesir dan dunia diingatkan tentang legitimasinya sebagai presiden pilihan rakyat bukan pemimpin kudeta yang haram. Dia diangkat secara sah dan demokratik namun diturunkan secara rampasan kuasa tentera yang licik.

Regim kudeta Mesir telah mengorak langkah fatal dengan memilih Salvador Option – suatu tindakan ekstrim politik ganas bagi membenteras saingan politik dan pembangkang. Pelan ini digubal oleh Amerika Syarikat dalam usahanya menyokong kerajaan diktator negara El Salvador bagi mengalahkan pembangkang yang popular dan membendung kebangkitan rakyat. Rancangannya adalah untuk menganggap semua pemimpin, aktivis dan penyokong sebagai pemberontak dan penjenayah yang layak dihapuskan dengan apa cara sekalipun. Maka skuad-skuad pembunuh latihan khas agensi perisek Amerika melakukan pembunuhan secara senyap dan kejam tetapi besar-besaran mensasarkan sesiapa saja yang ditakrif sebagai ancaman kepada pemerintah walaupun penentangan dan protes berlaku secara aman tanpa bersenjata. Tentera juga berperanan memburu tokoh-tokoh kebangkitan popular maka akhirnya berlaku perang saudara yang berpanjangan yang mengorbankan ribuan  nyawa yang tidak bersalah. Ribuan pula hilang, di penjara dan disiksa atau menjadi pelarian.

Itulah juga rancangan yang dilaksanakan di Algeria setelah kemenangan Parti Islam FIS disekat melalui kudeta tentera pada tahun 90’an. Regim Algeria menjalankan pelan eradication – penghapusan melalui pembunuhan orang kampung beramai-ramai, tahanan tanpa bicara, penderaan, penyiksaan dan menyelinap masuk kumpulan extremis GIA untuk bertindak lebih brutal ke atas penentang. Perang saudara yang berlanjutan di sana telah menutup dan menggelapkan kesemua kekejaman dan jenayah ke atas kemanusiaan yang telah dilakukan regim.

Itulah yang dilakukan tanpa peri kemanusiaan oleh Al Sisi dan konco-konconya apabila menyerang dan membunuh beramai-ramai ribuan penyokong Presiden Morsi di Dataran Rabia termasuk membakar sebahagian Masjid Rabi’atul Adawiyah di Kahirah. Ikhwan diharamkan dan semua pimpinannya ditangkap dan disumbatkan ke dalam penjara, perkara – mehnah -  yang biasa dialami oleh gerakan Islam ini  sepanjang sejarah perjuangan mereka. Tekad regim adalah pembasmian total Ikhwan dan mereka telah melakukan apa yang Mubarak atau Nasser belum pernah lakukan iaitu pembunuhan beramai-ramai rakyat mereka sendiri yang tidak mengangkat senjata semata-mata untuk merampas kuasa politik. Regim juga ingin memalukan dan menghina Ikhwan dengan menangkap dan memenjarakan mantan Murshid yang telah berusia, Mehdi Akif  serta Murshid al Am semasa Muhammad Badie, juga sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Mubarak kerana dulu dia ingin menjaga hati rakyat.

Cuma Al Sisi dan konco-konco kudetanya terlupa dan tidak mengendahkan perubahan zaman serta pelajaran sejarah. Zaman kini penuh dengan maklumat dan pengetahuan terbuka dan dokumenatsi tercatat secara lebar dan luas seluruh dunia. Al Sisi terlupa bahawa walaupun dia mungkin mempunyai populariti sekarang tetapi sebenarnya dia diampuh dan disokong oleh rakan-rakan, Obama - Amerika Syarikat, Cameron -Britain, beberapa negara Barat, Israel, Raja-Raja Saudi dan Raja-raja Arab Emiriyah. Penyokong-penyokong ini bukanlah boleh percayai sepanjang masa dan sejarah terkini tentang apa berlaku kepada diktator-diktator Milosevic, Saddam, Charles Taylor, Mladic dan Gaddafi, menjadi bukti jelas bagaimana berlaku pembelotan serta rapuhnya talian hayat sokongan mereka.

Al Sisi dan konco-konco kudeta telah secara terbuka melakukan jenayah ke atas kemanusiaan, membunuh orang awam dan merampas kuasa secara haram. Mereka bakal didakwa oleh Mahkamah Antarabangsa ICC dan diburu sebagai pariah dunia. Hanya kepentingan politik rantau semasa yang singkat menangguh tindakan ini yang ditentukan oleh kuasa di luar kawalan mereka. Lebih bahaya bagi mereka adalah rakyat Mesir sendiri yang sudah pun resah dan menanti-nanti janji-janji yang bakal Al Sisi gagal tunaikan.

Ikhwan Muslimin pula jenuh berusaha supaya terus berjuang secara aman memilih beristiqamah pada landasan keadilan dan demokratik yang sah walaupun prinsip demokrasi ini telah dikhianati dan dihumban oleh kelompok liberal sekularis serta penaung  mereka yang menyokong kudeta dan rampasan kuasa haram Al Sisi.

Suasana dan cabaran sangat getir kerana  kelompok-kelompok ekstremis radikal ala al Qaeda yang ramai tidak tahu asal usul hujung pangkalnya mula beroperasi menebarkan keganasan dan serangan teroris, yang mengalih pandangan daripada isu sebenar kezaliman kudeta serta cuba melempar fitnah mengaitkan Ikhwan dengan terorisme.

Kewujudan kelompok-kelompok ekstremis ala Salafi keras ini menimbulkan kehairanan dan syak bagi pihak yang memerhati dengan akal waras kerana tindakan buas mereka selalu merosakkan idealisme perjuangan serta menghakis sokongan rakyat. Golongan menyeleweng ini dampak semacam Islamis dari segi tutur kata tetapi teroris dari segi tindakan. Ini dikesan pada tindakan ganas ISIS mirip Al Qaeda menyerang tentera pembebasan FSA di Syria. ISIS juga melakukan kekejaman di kawasan tawanan mereka. Perkara yang sama berlaku di Somalia selepas angkatan Islamis, Islamic Courts Union - Kesatuan Shariah menewaskan gerombolan warlords di Mogadishu, muncul kelompok ekstrim Al Shabab menyerang dan memperak-perandakan pemerintahan Islamis yang baru setahun jagung. Itulah yang berlaku apabila Al Qaeda pimpinan Zarqawi mengganas dan bertembung dengan mujahideen  Sunni di Iraq yang terpaksa beralih daripada menentang pencerobohan Amerika kepada berkompromi bagi melawan Al Qaeda dan pada masa sama menentang kezaliman pengganas Syiah. Di Libya sehingga kini kerajaan revolusi tidak dapat menguasai seluruh negara akibat muncul kelompok-kelompok fanatik begini. Di Tunisia puak ekstrim aliran Salafi tidak menghormati langsung revolusi mahupun demokrasi atau keputusan pilihan rakyat, mereka mengangkat senjata memberontak serta membunuh askar dan pemimpin-pemimpin politik. Ketidakstabilan yang dibawa kelompok melampau ini diringi komplot jahat ekstrimis liberal sekularis memaksa parti pemerintah Islamis El Nahda melakukan kompromi dan penyesuaian politik demi masa depan dan keamanan Tunisa. Dunia juga tidak lupa tindakan kelompok keras Salafi Mesir melalui Parti al Nour menyokong kudeta haram dan jenayah Al Sisi.

Namun Ikhwan mempunyai sandaran yang tiada taranya, asalkan mereka memenuhi syarat-syarat kemenangan yang dijanjikan Ilahi.

“Dan Allah Maha Kuasa melakukan segala perkara yang telah ditetapkanNya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui..” (al Qur’an, Yusuf: 21)


Monday, January 13, 2014

Rashid Ghannouchi: Betulkah Politikal Islam Gagal?



Apa yang sebutkan sebagai political Islam - politikal Islam bukan berada dalam keruntuhan, tetapi ia sedang mengalami proses koreksi dan penyediaan ke arah fasa baru, pada masa depan, dengan urustadbir yang lebih baik.

Sebaik saja golongan Islamis menghadapi rintangan, atau dengan laporan pengurangan kiraan undi walau sedikit pun, maka muncullah pakar-pakar pemerhati Barat yang sering memantau perkembangan gerakan Islam, mereka tergesa-gesa mengumumkan kepada dunia bahawa politikal Islam telah gagal dan hancur lebur, dan telah ditamatkan riwayatnya. Pengisytiharan ini dihebahkan berulang kali pada forum-forum dan kenyataan-kenyataan mereka kepada pihak media yang menjemput mereka sebagai pakar tuntas dan dapatan yang muktamad.

Rakan-rakan seangkatan mereka di dunia Islam dan suara-suara media kita pun menggema dan mentalunkan kenyataan-kenyataan yang sama dengan persepsi bahawa ianya fakta yang sudah pasti tanpa keraguan.

Peristiwa-peristiwa di Mesir sejak beberapa bulan ini telah membekalkan bahan yang banyak untuk mereka berthesis, berseminar dan mendakwa, dengan cara sedemikian itu pakar-pakar ini dapat meningkatkan semula populariti mereka.

Betulkah dakwaan-dakwaan ini? Adakah apa yang dikenali sebagai politikal Islam sedang mengalami kemerosotan yang serious dan tenat, serta menuju kegagalan dan kematian? Atau adakah ia perihal beberapa jejak langkah kebelakang dan dalam pada itu sedang bersiap sedia untuk pelancaran baru, bagi bergerak maju ke hadapan. Rintangan-rintangan yang dihadapi itu hanyalah titik-titik kejatuhan sementara pada rajah  keluk peningkatan menyeluruh.

Istilah Pergerakan Islam lebih digemari oleh golongan Islamis sendiri, berbanding dengan terma politikal Islam.  Istilah ini merujuk kepada semua usaha dan tindakan menyebar dan menyampaikan Islam sebagai kalimah Allah s.w.t., agar mendekati satu cara hidup sempurna, dan risalah kebenaran Islam kepada sekalian manusia. Risalah ini, menurut perangkaan, adalah agama dan cara hidup yang terpantas berkembang kini, dan penganut-penganutnya adalah yang paling bersedia berkorban segala-galanya demi memperjuangkan dan melindungi agama ini.

Oleh itu landasan apa yang dikatakan kononnya sebagai politikal Islam (Pergerakan Islam) adalah wadah agama terbesar di dunia, dan teknik-teknik moden berkomunikasi telah mengupayakannya disebarkan dengan kadar yang laju dan lebar. Ini kerana Islam menghadapi rintangan yang kecil disebabkan wujudnya vakum kekosongan, kebimbangan eksistensial, dan kelemahan serta keruntuhan pengeram mesra zaman moden iaitu keluarga dan kerabat.

Ini berlaku pada masa di mana kerajaan-kerajaan sedang menuju ke arah mengabaikan tugas-tugas keprihatinan  rakyat, yang mengakibatkan keresahan dan pemencilan. Ini adalah satu kesan pertumbuhan sekularisasi dan ini menghambat manusia untuk mencari rahmah dan kemesraan di pusat-pusat dan organisasi-organisasi di mana keperluan jasmani dan rohani, individu dan kumpulan, beragama dan keduniaan, patriotik dan pengantarabangsaan dipadukan. Inilah apa yang orang tercari-cari dan mengesan pada Islam itu,  kesyumulan tasawurnya dan kesederhanaan ciri-cirinya.

Ini menerangkan kenapa banyak orang yang terdiri daripada pelbagai latar hidup dan budaya, masih tertarik kepada Islam, walaupun wujud serangan kebencian dan momokan yang dilancarkan ke atas Islam, pergerakannya dan penduduk minoritinya.

Gerakan Islam arus perdana, dengan mengenepikan elemen-elemen ekstremis di pinggiran yang hadir pada setiap ideologi dan bangsa, telah membentangkan Islam sebagai pelengkap segala kejayaan, pencapaian dan sumbangan pelbagai tamadun, bukan bertentangan dan berlawanan dengan segala pencapaian modenisasi, contohnya pendidikan untuk semua lelaki dan wanita, dan nilai keadilan, kesaksamaan, hak, dan kebebasan tanpa sebarang diskriminasi berasaskan kepercayaan, jantina, atau warna, bagi menjamin hak semua warganegara, kemanusiaan, termasuk kebebasan politik dan beragama, sepertimana amalan demokrasi moden.  Hak-hak ini dan kebebasan adalah kewajipan yang diberikan kepada manusia seperti disebutkan di dalam al Quran “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam” (al Qur’an, Al-Isra’:70)

Gerakan Islam, yang bergerak berdasarkan Islam sebagai agama fitrah, berusaha membawa penyelesaian kepada permasalahan masyarakat dan menyumbang kepada penyelesaian masalah manusia, memanfaatkan kebitaraan tamadun-tamadun lain yang padan dengan nilai-nilai Islam dan bertujuan memenuhi kepentingan manusia. Gerakan ini adalah paling dekat dengan jiwa rakyat dan menjadi jurubicara umat, menyuarakan nilai, konsep, dan bahasa, dan tarikan popularnya adalah tanpa tara tandingan, jika gerakan Islam menyelami dan memahami masalah rakyat dan mendekati mereka menurut latar faham dan intelektual umat itu.

Selama lebih setengah abad, gerakan-gerakan Islam telah dikenakan penganiayaan dan pembantaian secara berterusan, kezaliman yang jarang sekali terhenti lama bagi memulihkan dan mengembalikannya malah ditekan dan ditindas dengan lebih kejam lagi.

Penindasan yang berterusan dan bertalu-talu ini menyebabkan terjadi beberapa natijah, iaitu menerapkan legasi warisan aktivisme dan perjuangan di kalangan para Islamis yang mengerat ikatan persaudaraan mereka, juga kebersamaan berkongsi sejarah yang selama tiga generasi telah mereka  mengalaminya.

Penindasan brutal ini juga menatijahkan mereka mendapat simpati umat memberikan mereka kelebihan mengatasi pesaing politik yang lain, kerana orang menghargai dan mengingati pengorbanan mereka yang telah berjuang menentang kezaliman.

Lebih-lebih lagi pada hari ini, golongan Islamis berada pada posisi yang mulia dan teguh, kerana di samping ciri akrab mereka dengan kefahaman jiwa dan  budaya rakyat, Islamis – seperti di Mesir – berdiri tegak memperjuangkan nilai kemuliaan, mempertahankan kehendak pilihan  rakyat dan hak mengundi. Lagipun, Islamis menerajui revolusi aman yang gemilang bagi mempertahankan nilai revolusi, termasuk kebebasan media – kebebasan yang telah pelihara oleh mereka sewaktu memerintah tetapi dinodai oleh kudeta – juga memperjuangkan pluralisme politik dan perjuangan-perjuangan besar negara, termasuk isu Palestine. 

Sebagai perbandingan sebaliknya, liberalisme Mesir yang mengakar, termasuk parti Wafd, berada bersekongkol bersama puak anti – revolusi, memilih untuk bernaung di bawah kudeta tentera dan menyokong perintah tentera, membenarkan angkatan tentera dan kereta-kereta kebal mereka untuk menggilis peti-peti undi, merempuh kehendak rakyat, meragut nyawa-nyawa orang, menutup mulut media, mengisi penjara-penjara penuh dengan tahanan-tahanan politik dan melepaskan peluru tembakan hidup ke atas orang awam.

Salah satu daripada perjuangan agong Mesir, iaitu Palestin, ia telah diubah kepada pendakwaan jenayah, kerana presiden (Dr. Morsi) yang dipilih rakyat sedang dihadapkan pertuduhan oleh general kudeta, kerana didakwa bersubahat dengan Hamas, sebagai alasan yang tak masuk akal bagi melucutkannya dan bagi melayani kehendak Israel.

Bukankah sikap dan pendirian golongan elit “modernis” Mesir dan rakan-rakan seangkatan mereka di negara-negara Arab lain, yang bertepuk tangan menyambut baik kudeta ini sebenarnya “membunuh diri” mereka secara kolektif? Sikap ini amat berbeda dengan pendirian bermaruah Gerakan Islam yang menentang kezaliman ini, tanpa sebarang senjata kecualilah keimanan mereka.

Daripada aspek sejarah, strategik dan nasional, bolehkah kita anggap bahawa menyokong kudeta tentera yang brutal adalah suatu kemenangan bagi liberal, progresif atau sekular, dan bolehkah kita simpulkan bahawa apa yang terjadi adalah kekalahan dan penamat bagi  politikal Islam?

Kami yakin tanpa sebarang keraguan bahawa apa yang terjadi di Mesir bukan terkambuhnya politikal Islam, tetapi adalah terkambuhnya dan malang bagi apa saja tinggalan liberalisme sekular Arab dan nasionalisme, melainkan mereka sedar diri dan membetulkan posisi mereka.

Sementara itu, kudeta ini memberikan pelunag dan kesempatan untuk Gerakan Islam membuat semakan dan mengkoreksi kesilapan-kesilapan dalam urustadbir, menjadikan ia lebih terbuka kepada pembangkang di Mesir dan tempat-tempat lain, terutama di kala negara sedang melalui fasa transisi yang tidak mungkin boleh diurus oleh hanya satu parti atau satu trend sahaja, juga tidak patut perlembagaannya digubal oleh satu trend sahaja.

Gerakan Islam di Mesir dan negara-negara lain menyedari hakikat ini, menjadikannya lebih terbuka kepada semua suadaya-suadaya nasional dan memberikan ruang dan peluang untuk golongan-golongan lain ini bukan sahaja untuk berpartisipasi dan bersekutu dengan mereka, malah mereka boleh memperolehi posisi-posisi kepimpinan di dalam parti-parti Islamik, kerana Islam adalah warisan untuk dikongsikan bersama seluruh negara.

Walaupun Ikhwan al Muslimin Mesir menempuh nasib malang yang berulang di tangan pemerintah-pemerintah Mesir daripada Raja (Farouk) dan terutama sekali pada pemerintahan Abdel Nasser, ia masih tidak dapat menandingi, samada secara kuantitatif atau kualitatif, nasib mereka sedang hadapi di bawah cengkaman kuasa General Al-Sisi. Bilangan mangsa yang menjadi shuhada pada masa 60 tahun silam hanya seramai 60 orang, tetapi angka ini sebenarnya hanya sama dengan bilangan pertama shahid apabila bertemu dengan azab al Sisi di hadapan istana presiden. Kemudian, kita mula mendengar tentang ribuan pembunuhan, kecederaan, dan pemenjaraan, semuanya menandakan betapa lemahnya legitimasi keabsahan kudeta dan percubaan-percubaan semberononya untuk menongkat ketempangan ini melalui kekejaman dan penindasan keras protes-protes yang aman dan berani.

Perbedaan di antara kezaliman yang dirasai oleh Ikhwan di bawah regim Abdel Nasser dan kezaliman al Sisi adalah apa yang dilaksana untuk faedah rakyat, Nasser sekurang-kurangnya ada projek rakyat.

Kezaliman sekuriti dan politik Nasser telah ditutupi melalui projek-projek kebudayaan dan politik yang menarik, projek reform pertanian, pemerataan pendidikan, membangunkan Al-Azhar, pembebasan Palestine, penyatuan Arab, anti-imperialisme dan pergerakan negara berkecuali. Sebaliknya, tidak ada apa projek pun dibawa Al-Sisi untuk rakyat dan negaranya, melainkan hujah-hujah meleset bagi meneruskan penindasan brutal, sehingga ke tahap hina dan rendah dengan menuduh presiden yang sah (Dr Morsi) bersubahat dengan Hamas.

Pada zaman sekarang, kejahatan dan jenayah si penzalim semuanya terdedah kepada teropong dan penelitian mikroskop yang canggih dan terang, sesuatu yang tidak ada pada zaman purba firaun, di mana firaun melakukan jenayah secara senyap dan rahsia.  Begitulah Firaun pada zaman Nabi Musa a.s., yang dapat mengatakan, “Firaun berkata: Aku tidak mengesyorkan kepada kamu melainkan dengan apa yang aku pandang (elok dijalankan)” (al Quran, Ghafir: 29), dengan itu menitahkan kuasanya ke atas rakyatnya melalui kawalan maklumat.

Zaman silam itu telah lama berlalu, dan jenayah-jenayah para penzalim kini berlaku di depan mata kita, dan oleh itu Al-Sisi dan mereka yang seumpama dengannya tidak mempunyai masa depan pada zaman ini yang pantas saluran maklumatnya.

Kesimpulannya: Dengan mengambilkira apa yang tercatat di atas, saya nyatakan, dengan penuh keyakinan, bahawa politikal Islam tidak ditewaskan, samada di Mesir atau di tempat lain, kerana dunia idea-idea kini dipenuhi dengan nilai-nilai islam tidak seperti sebelumnya, sejak permodenan menceroboh masuk ke dunia kami dibawa oleh kereta-kereta kebal, dan mendominasikan golongan elit, memperosok Islam ke  sudut pinggiran, menjanjikan projek-projek hebat, yang kebanyakannya hampa dan hambar, gagal pada kacamata kebebasan, pembangunan, keadilan, perpaduan, mahupun pembebasan  Palestin. Aspirasi-aspirasi yang terencat ini membawa kepada pemikiran semula tentang Islam dan introspeksi dalaman bagi sebuah projek kebangkitan - renaissance yang berinteraksi dan menerimanya, bukan menolak, pencapaian pemodenan setelah menyemaikannya di atas ladang subur Islam.

Apa yang dinamakan sebagai politikal Islam bukan sedang merosot, tetapi di dalam proses membetulkan kesilapan-kesilapannya dan bersedia untuk fasa seterusnya, di masa depan untuk urustadbir terbaik. Ia tidak perlu menunggu berdekad-dekad lamanya bagi mendapat peluang sekali lagi, pada zaman yang bebas dan maklumat terbuka, dan mengharungi kudeta serta percubaan-percubaan kudeta yang gersang moral, budaya atau landasan politik.


Pergerakan politikal Islam mengakar dan merimbun di dalam masyarakat dan membawa nilai revolusi demokratik yang aman dan nilai demokrasi berpartisipasi, bukan autokrasi atau dominasi, menggandingkan dengan jayanya perkahwinan di antara nilai-nilai Islam dan pemodenan.

Dan Allah Maha Kuasa melakukan segala perkara yang telah ditetapkanNya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui..” (al Qur’an, Yusuf: 21)





Sunday, January 12, 2014

Erdogan: Tanpa kebebasan, tidak akan tercapai kemajuan sains dan kemanusiaan



Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Kesedihan dan putus asa adalah perasaan yang tidak boleh diterima oleh orang beriman. Jika kita benar-benar beriman, kita sentiasa terulung. Mereka yang memiliki sabr – kesabaran akan mencapai kejayaan.

Malaysia dan Turki mempunyai unsur-unsur persamaan pada matlamat mereka - Malaysia meletakkan visi 2020, sepertimana Turki pada  2023. Kami bercita-cita untuk menjadi sebuah negara yang membina pesawat-pesawat sendiri, menghasilkan satelit-satelit sendiri dan berusaha melancarkan satelit-satelit ini ke angkasa lepas sendiri. Sekarang Turkey mengeluarkan 60% kelengkapan ketenteraannya sendiri. Turki boleh mencapai visinya pada 2023. Saya yakin kami akan mencapai matlamat ini menjelang 2023.

Orang-orang muda Turki sangat bersabar melalui era 80’an yang mencabar. Orang-orang muda Turki terpaksa berkelana ke negara-negara lain, dengan itu mempelajari ilmu pengetahuan dan kebudayaan negara-negara ini, contohnya di Malaysia dan USA.

Malaysia telah membantu Turkey sewaktu masa susah itu. Malaysia dan universiti-universiti Malaysia telah bersama Turkey pada waktu susah payah itu. Sebahagian besar pelajar-pelajar Turki belajar di universiti-universiti di Malaysia dengan berpegang teguh kepada nilai dan keimanan mereka (pasca kudeta tentera 28 Februari  1997). Pelajar-pelajar Turki mengalami tekanan, sekatan dan larangan sewaktu itu di Turki, dan tudung hijab diharamkan semasa dan selepas proses  28 Februari.  Universiti-universiti di Malaysia merupakan tempat di mana pelajar Turki bebas melanjutkan pengajian mereka ketika itu.

Kini kerajaan telah menamatkan sekatan dan larangan yang tidak bererti di universiti-universiti Turki. Isu tudung hijab telah berada di agenda politik Turki selama tiga dekad sejak ia diharamkan di universiti-universiti Turki pada 1984. Sejak itu, banyak percubaan gagal untuk menamatkan larangan ini di institusi-institusi kerajaan dan universiti. Pengiystiharan Pakej Pendemokrasian 30 September telah membuka semula institusi-institusi unutk wanita yang bertudung hijab. Pakej ini juga memperkenalkan berbagai reform tentang hak berpolitik.

Tanpa kebebasan, tidak akan ada sains. Tidak akan ada pencapaian pada kemajuan manusia, tanpa kebebasan.  Semangat sains datang daripada kebebasan. Tanpa kebebasan, kita tidak dapat berbicara tentang sains.  Kita telah buktikan bahawa bertudung bukan penghalang kepada kemajuan sains.
Pusat pengajian Islam telah memberikan hala tuju kepada sains. Pusat-pusat ini telah menjadi pusat –pusat keilmuan di dunia. Kebebasa wujud di negara-negara Islam pada masa silam itu. Sultan Kedah Sultan Muzaffar Shah telah membuka pintu kepada Islam.

Perlu ditekankan di sini – tentang peri pentingnya keamanan dunia dan betapa mustahak saling menghormati dan kerjasama erat di antara negara-negara di dunia.  Memenangi hati rakyat adalah keutamaan kami pada politik tempatan dan politik antarabangsa. Keadilan adalah titik mula politik Turki.

Oleh kerana Turki dan Malaysia berada pada di kedua-dua hujung benua Asia, usahasama membenteras keganasan, rasisme dan Islamophobia, akan menyumbang besar kepada keamanan serantau dan sedunia.

Kita akan membina masa depan kita berasaskan sejarah kita. Kita perlu membina keyakinan diri kita. Tembok-tembok memisah di antara hati-hati kita. Kita perlu runtuhkan tembok-tembok ini. Kita perlu memperkukuhkan persaudaraan kita. Malaysia mempunyai tempat yang istimewa di kalangan negara-negara Islam. Kami percaya Malaysia amat akrab dengan Turki.

Turki adalah juga negara anda. Turki mempunyai 99 buah universiti. Kami mengalu-alukan kedatangan rakyat Malaysia untuk belajar di Turki. Kita datang daripada peradaban yang sama. Kita boleh mencapainya bersama. Dengan kehendak Allah, kita boleh semua berjaya bersama.  




(Terjemahan suntingan ucapan Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Turki di Konvokesyen Khas Universiti Islam Antarabangsa Malaysia atas penerimaan Ijazah Kehormat  Doktor Pengurusan dan Persidangan "Mentransformasi Asia Timur – Rantau Pasifik dan Turki” )

Friday, January 10, 2014

Anwar Ibrahim: Menggarap Kerangka Besar Idealisme Perjuangan (Bahagian 1)



Kita mempunyai pengalaman 15 tahun era Reformasi. Tetapi Reformasi telah bermula lebih awal dan lama daripada itu. Kita telah melalui suatu evolusi. Ia adalah satu kesinambungan perjuangan – bagi meletakkan asas kebangkitan baru rakyat.

Betapa pentingnya kita mengadakan siri-siri kuliah ilmiah kerana pengalaman kita menunjukkan bukan semua pendokong, penggerak Reformasi samada baik dalam Keadilan ataupun Pakatan, memahami serta menghayati sepenuhnya semangat perubahan ini.

Kita ada kerajaan-kerajaan negeri tetapi kita masih bergelut dengan pertembungan - juxtaposition di antara kepentingan perjuangan nasib rakyat dengan kepentingan-kepentingan kecil.

Perbandingan dengan UMNO/BN tidak cukup kerana BN/UNMO mewakili sistem yang bobrok dan rosak. Maka sistem kita, kalau kita ingin katakan kita lebih baik daripada BN, tidak mencukupi. Kita tidak tertegak kerana kita lebih baik daripada BN. Kita tertegak kerana kita menjanji, mengikrarkan pembaharuan dan reformasi.

Idealisme kita jelas terpampang sejak daripada awal – Pengisytiharan Permatang Pauh  mengungkapkan islah mastata’tu – menjana perubahan sedaya upaya sebaik mungkin. Ini suatu cabaran yang cukup besar.

Kita perlu bermula di sini dengan mengenepikan persoalan politik kepartaian dari segi pergelutan biasa. Kita perlu lihat kerangka besar idealisme perjuangan kita. Nasib orang yang bertempur di jalanan, orang yang dipukul, orang yang sengsara begitu lama. Itu tidak hanya menuntut kepada kuasa tetapi menuntut kepada perubahan. Tidak semua kita mampu melihat dan mengungkapnya dengan canggih,  istilah dan konsep.

Kalau kita tanya mereka, mereka mahu keadilan. Tetapi bagaimana hendak mengungkapkan dengan cerakinan yang begitu teratur, maka tidak semua akan mampu melakukan. Tetapi bagi generasi muda, bagi kepimpinan, ini perlu didekati. Apatah lagi kerana ada relevance di dalam pergelutan politik yang disinggung - pergelutan dalam kepimpinan PKR umpamanya.

Apa sebenarnya yang kita pertahankan? Apakah yang mahu dijadikan ciri sahsiah kepimpinan yang boleh ditonjolkan? Sebab itu, kita pohon semua bagi pengertian untuk menyingkap sebahagian daripada ungkapan di dalam gagasan Gelombang Kebangkitan Asia.

Ini kerana, hendak memimpin ini menuntut kepada sikap yang lebih tegas dan berani. Idealisme yang lebih baik. Ilmu yang lebih mendalam. Kalau ilmu kita itu mendatar. Pidato kita sepertimana menteri biasa, kita tidak akan mampu memimpin. Kalau pengucapan bahasa kita cukup hambar, kita tidak akan boleh menonjolkan diri kita lebih daripada yang lain. Kita tidak dapat mengangkat sebagai contoh atau teladan baik dari segi bahasa, sahsiah atau keperibadian. Apatah lagi konsep ilmu.

Sebab itu, kita pohon kalau pun bukan kesemuanya tetapi kita cuba menggarap, menanggapi, menilai dan menangkap maksud kerangka perjuangan yang lebih besar. Apa maksud kerangka yang lebih besar? Kalau tidak ada kerangka ini, kita akan terbawa dan terheret dengan tuntutan semasa. Apabila isu ekonomi besar – apakah isunya? Ia isu keadilan, isu pemerataan, isu economic justice – atau apa yang disebut oleh Professor John Rawls sebagai distributive justice – keadilan teragih.

Kalau kita tidak faham kerangka ini kita akan terbawa-bawa,  contohnya, kepada isu bagaimana dengan kepentingan Melayu – seolah-olah terheret kepada kancah perkauman. Bukan sahaja isu Melayu tetapi begitu juga Cina dan India, contohnya. Bagi sesetengah orang Cina, Dasar Ekonomi Melayu DEB hanya menguntungkan Melayu. Fahaman ini tidak tepat samasekali. Pemikiran begini sedikit sebanyak tersinggung daripada sudut perkauman dia. Dia tidak pernah memikirkan nasib miskin orang Melayu. Dia berfikir tentang pembelaan yang harus diberi kepada orang Cina. Kita juga dengar perkara sensitif perkauman dibawa oleh sesetengan tokoh India seolah-olah orang India sahaja yang dijijikkan. Apabila berbicara, kepentingan itu hanya isu survival orang India.

Dalam Keadilan, dalam Reformasi, pemikiran begini tidak boleh berlaku. Walaupun isu itu isu besar ekonomi, namun ia adalah isu keadilan. Dan keadilan itu tidak boleh terikat hanya dalam batas kaum. Kalau kita membicarakan ketidakadilan kepada Melayu, pembicaraan tentang ketidakadilan yang sama, peraturan hukum yang sama terpakai bagi orang Cina, Dayak, Kadazan dan India. Maka barulah kita membawa keadilan. Kalau ini yang dibawa, inilah kerangka besar.

How do you encapsulate the whole notion of justice when you become racist in your projections? Racism and justice is in a juxtaposition. Ada pertembungan di antara keduanya – perkauman dan keadilan – maka sebab itu, kita harus mula dengan apa yang disebutkan oelh Malek ben Nabi sebagai guiding ideas – gagasan pedoman.

Kalau tidak, contohnya, apa yang hangat diperbahaskan di Selangor sekarang – ribut dari cabang ke negeri, ke ranting, adalah persoalan perlantikan ahli-ahli majlis perbandaran. Ia seolah-olah memadamkan isu besar yang dihadapi rakyat – kemiskinan, kepapaan, harga barang yang meningkat dan tahap kefahaman yang remeh di kalangan rakyat.

Maka sebab itu, kita mulakan dengan merujuk dan berbicara tentang renaissance – kebangkitan. Tatkala kita menulis The Asian Renaissance, ada yang membangkitkan tentang asal usulnya istilah, merujuk kepada Florentine – Italian experience, kerana walaupun sains, teknologi dan keilmuannya baik tetapi ada kelemahannya. Ini disebut oleh Will Durant sebagai the moral release – iatu kebangkitan ilmu, kebangkitan teknologi dan kebangkitan sains tetapi meremehkan dan merendahkan kepentingan akhlak dan moral.

Sebab itu di dalam The Asian Renaissance, kita katakan: the revival of arts and sciences under the influence of classical models based on strong moral dan religious foundations. The religious roots of the Asian Renaissance cannot be ignored or put aside. It is a cultural resurgence dominated by a reflowering of art and literature, architecture and music, and the advancement of science and technology. European Renaissance hampir sama tetapi seperti dikatakan oleh sejarawan Will Durant, ia merosot akhlak dan moral kerana dianggap kebebasan itu tidak harus terikat dengan isu moral.


(Sedutan Ucapan Anwar Ibrahim yang disunting daripada The Asian Renaissance Course)